BNPT Sebut Jihadis Asal Indonesia yang Kembali dari Luar Negeri Harus Diwaspadai
Suara Kalbar – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan ratusan warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok teroris di Irak, Suriah, Filipina, dan Afghanistan harus diwaspadai ketika mereka kembali ke Indonesia.
“Saat ini terdapat WNI yang masih berada di wilayah konflik, seperti Suriah dan Irak, Filipina dan Afghanistan, yang berpotensi kembali ke Indonesia dan bisa memberikan pengaruh terhadap kelompok teror yang ada. Jadi proses kembalinya mereka ini yang harus kita waspadai apabila mereka menempuh jalur ilegal,” kata Boy Rafli.
Dia mengakui terdapat potensi jalur-jalur ilegal, termasuk memanfaatkan sindikat penjualan paspor, dengan kisaran harga $5 hingga $15 ribu per paspor, bagi para jihadis asing yang ingin kembali ke negara masing-masing.
KUHP Baru dan Tantangan Deradikalisasi
Sebaliknya, lanjut Boy Rafli, jika mereka menempuh jalur formal, maka pihak berwenang dapat memantau keberadaan dan pergerakan mereka.
Potensi Ancaman Serangan
Ancaman serangan terorisme global terus mengalami dinamika. Serangan bom di negara-negara yang berkonflik masih menjadi modus dari kegiatan terorisme, tambahnya.
Di tingkat regional, Filipina masih menjadi basis terorisme terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sementara di dalam negeri, pemerintah masih memantau penyebaran ideologi terorisme melalui media sosial, pendanaan terorisme, dan orang-orang Indonesia bergabung dengan kelompok teroris di negara-negara berkonflik.
Sementara di dalam negeri, BNPT memperkirakan sekitar 5-8 persen dari 1.250-an eks narapidana kasus terorisme di Indonesia kembali melakukan serangan.
Kemenkumham Telaah Tipe Terorisme
Abdul Haris, Direktur Keamanan dan Ketertiban di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan karena terorisme merupakan kejahatan luar biasa, maka pelakunya perlu mendapat perlakuan dan pembinaan khusus. Untuk itu proses penempatan narapidana kasus terorisme di lembaga pemasyarakatan dilakukan secara hati-hati. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan program pembinaan dan deradikalisasi di dalam lembaga pemasyarakatan.
Abdul menambahkan pembinaan narapidana teroris adalah upaya terpadu yang mencakup pembinaan di dalam dan luar lembaga pemasyarakatan lewat pendampingan dan pengawasan secara khusus terhadap perubahan sikap dan kebijakan narapidana teroris untuk mengurangi kemampuan, niat, dan keterlibatan mereka dalam kegiatan terorisme serta mengembalikan mereka agar dapat berinteraksi dalam masyarakat, serta mampu menghidupi diri dan keluarga mereka.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS






