SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Nasional Antara KUHP Baru, Politik dan Islam

Antara KUHP Baru, Politik dan Islam

Suara Kalbar – Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru Indonesia menjadi berita utama karena menjadikan hubungan seks di luar nikah ilegal, tetapi partai-partai Islam sebetulnya menginginkan hukuman yang lebih keras untuk kejahatan moral di negara Muslim terbesar di dunia itu. Itulah penggalan kisah negosiasi di balik layar sebagaimana dilaporkan kantor berita Reuters.

Apa yang disebut undang-undang moralitas hanyalah salah satu bagian dari perombakan legislatif yang diratifikasi DPR bulan ini, seperangkat undang-undang baru setebal 226 halaman yang menurut para kritikus mengancam kebebasan sipil, tetapi para pejabat membelanya sebagai cerminan identitas Indonesia.

Di belakang layar, partai-partai nasionalis sekuler yang memegang mayoritas di parlemen sebetulnya menentang undang-undang yang lebih ketat tentang moralitas, tetapi mereka berisiko dicap sebagai pendukung perzinahan jika bersikeras menentang.

Menyoal KUHP Baru dan Aborsi bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Hasilnya adalah kompromi antara partai politik dan pemerintah, kata Taufik Basari, anggota komisi yang mengawasi perubahan itu. “Kami menemukan jalan tengah, tidak hanya antara partai nasionalis dan agama, tetapi juga antara liberal progresif dan konservatif,” katanya.

Demokrasi terbesar ketiga di dunia ini memiliki tradisi pluralisme dan Islam moderat, meskipun interpretasi Islam yang lebih konservatif telah berkembang sejak jatuhnya Suharto pada tahun 1998.

KUHP baru, yang dibuat selama beberapa dekade untuk menggantikan seperangkat undang-undang era kolonial, mencakup pasal-pasal yang melarang penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara, serta menyebarkan pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara, Pancasila.

PBB: Bagian-Bagian KUHP Baru Indonesia Tampaknya ‘Tidak Sesuai’ Dengan HAM

PBB telah memperingatkan undang-undang tersebut mengancam kebebasan media, privasi, dan hak asasi manusia.

Terbaik yang Bisa Dilakukan

Undang-undang moralitas, tidak mengherankan, paling banyak menarik perhatian dan kritik, tetapi beberapa pejabat mengatakan undang-undang itu akan lebih keras jika partai-partai agama memiliki cara untuk mewujudkannya.

Partai-partai Islam sebelumnya menyerukan hukuman penjara maksimal tujuh tahun untuk hubungan seks di luar nikah, dan mewajibkan siapapun untuk melaporkan pelanggaran itu, kata sumber-sumber yang mengetahui diskusi tersebut.

Salah Paham Pasal Zina dan ‘Kumpul Kebo’ di KUHP

Dengan kebuntuan negosiasi hingga akhir November, partai-partai agama kemudian meminta pemungutan suara di DPR, sesuatu yang enggan dilakukan oleh partai-partai nasionalis karena itu berarti setiap partai harus mengungkapkan pendiriannya di parlemen, dan mungkin juga kepada publik, kata Muhammad Nasir Djamil dari Partai Solidaritas Islam. “Masalah ini sangat sensitif di kalangan umat beragama,” katanya.

Dalam pembentukan undang-undang tersebut, tim profesor hukum telah membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang mendefinisikan zina sebagai hubungan seks di luar nikah, bukan hanya perselingkuhan dalam konteks hubungan suami-istri. Definisi itu sekarang menjadi hukum.

FOTO FILE: Gadis muslimah memegang balon saat mengikuti salat berjamaah Idulfitri di pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, 2 Mei 2022. (REUTERS/Willy Kurniawan)
FOTO FILE: Gadis muslimah memegang balon saat mengikuti salat berjamaah Idulfitri di pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, 2 Mei 2022. (REUTERS/Willy Kurniawan)

Pasal-pasal lain mengkriminalkan kohabitasi (kumpul kebo) antara pasangan yang belum menikah, mempromosikan kontrasepsi kepada anak di bawah umur, dan aborsi, terlepas dari kasus yang terkait dengan pemerkosaan atau keadaan darurat medis.

“Indonesia berusaha membuat undang-undang sendiri, berdasarkan nilai-nilainya,” kata guru besar hukum Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo, salah satu tim penyusun.

Menangkal Serangan Partai Islam

Tak satu pun dari partai-partai nasionalis, yang mendominasi koalisi yang berkuasa, menyukai klausul moralitas tetapi akhirnya menyetujui versi yang lebih ringan, kata wakil kepala staf Presiden Joko Widodo, Jaleswari Pramodhawardani.

Kompromi yang dicapai dalam versi final membawa hukuman maksimal satu tahun untuk hubungan seks di luar nikah dan enam bulan untuk kohibitasi. Pelanggaran yang dicurigai hanya dapat dilaporkan oleh pasangan, orang tua atau anak, yang diharapkan para pejabat akan mencegah penggerebekan polisi dan penudingan oleh para pejuang moral.

“Ini yang terbaik yang bisa kami lakukan… Ini win-win solution, jalan tengah,” kata Taufik. “Pasalnya masih ada, tapi kami menyertakan beberapa batasan ketat.”

Undang-undang baru mulai berlaku dalam tiga tahun dan tanggapan publik yang sebagian besar tidak terdengar menunjukkan bahwa undang-undang tersebut tidak mungkin mengancam stabilitas politik.

Jokowi secara konstitusional dilarang mencalonkan diri lagi pada pemilu 2024 tetapi menjelang pemungutan suara, dukungan terhadap undang-undang moralitas membawa keuntungan politik bagi partainya, kata para analis.

“Partai-partai nasionalis sedang memikirkan pemilu 2024,” kata Greg Fealy dari Australian National University. “Mereka ingin meredakan potensi serangan Islam terhadap mereka.”

Jika partai-partai Islam sebagian besar mendapatkan apa yang mereka inginkan tentang seks, pemerintah dan sekutunya juga mendapatkan apa yang mereka inginkan, kata sumber-sumber di DPR dan pemerintah.

Sebuah pasal kontroversial yang melarang menghina martabat presiden diperkenalkan kembali oleh pemerintah, kata profesor hukum Harkristuti, meskipun undang-undang serupa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak demokratis.

Pelanggaran yang menurut sumber itu tidak didukung oleh Jokowi sendiri, hanya bisa dilaporkan oleh presiden.

Menparekraf Sanggah Isu KUHP Persulit Turis Asing

Pemerintah juga berhasil memasukkan penyesuaian menit-menit terakhir untuk mendukung undang-undang yang melarang penyebaran nilai-nilai yang bertentangan dengan ideologi negara, tanpa konsultasi publik, kata dua sumber yang terlibat.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch mengatakan kedua belah pihak mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan mengorbankan HAM.

“Partai Islam diuntungkan dari agenda moralitas…sedangkan pihak lain diuntungkan dari penguatan otoritarianismenya,” ujarnya.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan