RSCM Masih Teliti Sampel Obat Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA)
Suara Kalbar – Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta masih meneliti sampel obat sirup yang diduga menyebabkan Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA) melalui pemeriksaan laboratorium.
Dalam konferensi pers di Jakarta yang diadakan Kamis (20/10/2022), Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti menuturkan, “Di awal (kemunculan kasus) kami tidak memikirkan ke arah obat (sebagai penyebab). Jadi yang kami baru teliti tentang obat ini baru di 11 pasien terakhir yang sekarang ada (dirawat di RSCM), mungkin lebih. Maksudnya yang diperiksa untuk toksikologinya.”
Ia menyebutkan sebanyak 49 anak yang menderita GgGAPA dirawat di RSCM, terhitung sejak Januari tahun ini.
Lies juga mengatakan belum semua sampel berhasil dikumpulkan dari semua pasien tersebut, terutama dari pasien lama dan pasien yang telah meninggal dunia.
Semua kasus itu, yang kami coba cari apa nama obat yang dipakai sebelumnya itu sudah kami dapatkan data, tapi belum semua. Karena kalau yang sudah meninggal, kami agak susah apalagi yang kasus lama,” kata Lies.
Tercatat dari total rujukan 49 pasien anak menderita GgGAPA yang diterima RSCM, 31 di antaranya meninggal dunia.
Menurut Lies, hingga Kamis (20/10/2022), belum semua hasil pemeriksaan keluar. Sampel obat yang pernah dikonsumsi pasien diteliti di laboratorium yang telah bekerja sama dengan RSCM.
Lies menjelaskan, “Kami lagi menunggu karena hasil yang ke kami itu baru enam (sampel obat dari enam pasien), baru keluar hasilnya dari yang semua kami kirim. Semua sampel sudah kami kirim, tinggal hasilnya. Tapi dari hasil enam itu, ada yang sudah kelihatan bahwa kami membutuhkan antidotnya.”
Pihak RSCM masih belum mengetahui penyebab pasti GgGAPA. Namun, Lies menambahkan, ada kemungkinan GgGAPA disebabkan intoksikasi zat berbahaya seperti Etilen Glikol (EG) yang masuk melalui mulut.
Minimal dari sisi obat kami coba untuk menyingkirkan dulu, dicari dulu (penyebabnya). Mudah-mudahan tidak. Tapi kalau misalnya sekarang sudah ada dalam darah seorang anak ada Etilen Glikolnya, kami cari dulu antidotnya dulu,” terang Lies.
Direktur Utama RSCM itu menegaskan bahwa upaya penyelidikan penyebab penyakit merupakan kolaborasi berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga industri farmasi.
“Jadi kami jalan bareng semuanya. Bukan cuma rumah sakit yang berupaya, tapi Kemenkes, BPOM, industri farmasi, semua sedang bergerak untuk menemukan sesuatu yang solutif ke depan,” tutur Lies.
Usai konferensi pers di RSCM, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menekankan bahwa ketiga zat berbahaya, yakni Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) tersebut dapat muncul saat Polietilen Glikol (PEG) yang digunakan sebagai bahan penambah kelarutan obat sirup bereaksi secara kimia. Hal itu masih diteliti lebih lanjut, tambahnya.
Siti Nadia Tarmizi menjelaskan kembali, “Kemenkes, seperti yang disampaikan oleh pak Menteri, kami mengambil langkah konservatif. Kita pengalaman RSCM belajar dari Gambia. Jadi dengan itu, seperti yang pak Menteri sampaikan, kita konservatif, kita antisipatif. Jadi kita tunda dulu penggunaan obat cair.”
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now