Politik Minyak Goreng
Oleh: Kundori*
POLITIK Minyak Goreng… itulah menjadi diskusi hangat masyarakat Indonesia khususnya ibu-ibu rumah tangga di pasar sambil ngomel. Karena selain sulit mendapatkan minyak goreng, juga mahalnya harga, sehingga berdampak jatah uang belanja harian. Masyarakat kecil jika ada kenaikan harga barang pasti dikaitkan dengan politik. Apalagi setiap menjelang Pemilu. Semua masalah dikaitkan politik.
Kenaikan minyak goreng, selain dikeluhkan kalangan ibu rumah tangga juga berdampak bagi pelaku usaha kecil yang setiap hari menggunakan minyak goreng. Seperti penjual gorengan dengan terpaksa ikut ‘berpolitik’ dengan mengatur strategi agar usaha tetap lancar menaikan harga dagangan atau mengecilkan bahan dagangannya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga minyak goreng lebih dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam. Faktor yang menyebabkan harga minyak di Indonesia mahal adalah turunnya panen sawit pada semester kedua. Sehingga, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
Penyebab lain yang menyebabkan naiknya harga minyak goreng yakni adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30. Faktor lainnya, yaitu gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal. (Kompas.com, 26/11/2021).
Kelangkaan minyak goreng membuat pemerintah mengeluarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) mulai 1 Februari 2022 yakni harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500/liter, harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500/liter dan harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000/liter. Namun HET yang sudah ditetapkan pemerintah masih tidak berlaku di pasar, harga minyak goreng masih tinggi diterima oleh masyarakat.
Gejolak kenaikan minyak goreng di masyarakat baru-baru ini membuat pemerintah membuat kebijakan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng yang diharapkan membantu masyarakat akan dampak kenaikan minyak goreng.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menegaskan program BLT Minyak Goreng bukan untuk mengendalikan inflasi. Program pemerintah ini merupakan respons atas inflasi yang timbul. Pemerintah akan menggunakan alat kebijakan berbeda. BLT Minyak Goreng saat ini hanya respons atas kenaikan harga komoditas agar daya beli masyarakat terjaga. Kebijakan ini diklaim secara terukur untuk perhitungan dari April, Mei, dan Juni 2022. Lalu untuk pemberian dananya pun langsung sekaligus dengan hitungan tiga bulan tersebut. (Tempo.co, 8/4/2022).
Nah, ini menjadi kabar baik bagi masyarakat yang belakangan ini mengeluh soal mahalnya minyak goreng. Adanya ‘suplemen’ BLT minyak goreng sebesar Rp300 ribu untuk tiga bulan (April-Juni) kepada masyarakat miskin. Pemberian itu dilakukan sebagai respons menghadapi kenaikan harga minyak goreng akibat meningkatnya minyak sawit di pasar internasional. BLT minyak goreng nantinya akan disalurkan kepada 20,5 juta keluarga penerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH). Bantuan juga diberikan kepada sekitar 2,5 juta Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan gorengan. (Tirto.id, 8/4/2022).
BLT minyak goreng ini pastinya akan disambut baik masyarakat. Soal apakah bantuan ini menjadi solusi atau tidak. Itu urusan pemerintah, yang jelas masyarakat akan terbantu dan akan hilang omelan ibu-ibu di pasar bahkan dikaitkan politisasi minyak goreng. Pahahal, untuk memberikan BLT juga tentunya melalui kebijakan pemerintah yang tidak terlepas dari kepentingan politik.
Produk BLT selama ini memang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Karena pemerintah sering menjadikan jalan pintas untuk solusi agar masyarakat terbantu. Padahal selama ini dalam pemberian BLT sering kali salah sasaran. Orang yang tidak berhak terima BLT kemudian menerima. Hal ini tidak terlepas dari buruknya data yang dimiliki pemerintah. Semoga saja di BLT minyak goreng ini tidak kembali terjadi aksi protes-protes masyarakat bagi yang tidak menerima sementara dia masuk kategori miskin. Semoga!.
*Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Politik Fisip Untan Pontianak
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





