Tawa Mengikik di Malam Hari, Kisah Mistis Saat “Menjantuk” Durian di Mempawah

MENJANTUK DURIAN. Begini lah kami para awak media usai menjantuk durian di Desa Pasir Palembang, Kecamatan Mempawah Timur, Selasa (20/7/2021) sore. Lewat perjuangan panjang, durian akhirnya kami nikmati beramai-ramai. SUARAKALBAR.CO.ID/Distra

Mempawah (Suara Kalbar) – Sepekan terakhir, sejumlah pasar di Kabupaten Mempawah mulai tampak dibanjiri buah durian.

Maklum, musim buah yang berbau tajam khas itu, sedang terjadi di berbagai daerah di Kalimantan Barat, termasuk di Mempawah.

Para pemilik pohon durian kini tampak berjaga di kebun masing-masing.

Tidak siang, tidak malam, pihak keluarga pemilik kebun tetap stand by “menjantuk” atau menunggu buah durian jatuh.

Kebanyakan dari mereka, membangun pondok ala kadarnya sebagai tempat beristirahat, sekaligus menjadi titik sentra mengumpulkan durian yang jatuh.

Dan sudah menjadi rahasia umum, dalam proses “menjantuk” durian, para pemilik kebun kerap mengalami peristiwa mistis.

“Pada suatu malam, bapak saya sedang menjantuk durian. Tiba-tiba terdengar tawa mengikik. Sangat menyeramkan. Tapi beliau sudah terbiasa. Dengan cara membakar sesuatu, suara tawa itu pun menghilang,“ ujar Zaini, warga Desa Pasir Palembang, Kecamatan Mempawah Timur, kepada SUARAKALBAR.CO.ID, Selasa (20/7/2021).

Kisah-kisah mistis lain, menurut Zaini, cukup banyak yang dialami para penjantuk durian. Umumnya, jarang diceritakan agar tidak menjadi hal yang menakutkan bagi orang lain.

“Intinya, menjantuk durian butuh kesabaran, kewaspadaan dan tetap tawakal kepada Allah SWT,” jelasnya lagi.

Sore tadi, usai melakukan peliputan pendistribusian daging kurban di Kota Mempawah, beberapa wartawan diajak Zaini untuk menjantuk durian di kebun milik orangtuanya di Desa Pasir Palembang.

Ikut pula bersama kami, Susanto, Ketua LDII Kalimantan Barat, yang mengaku penasaran bagaimana rasanya menjantuk durian.

Kebun durian itu tampak berada di dalam hutan kecil. Pepohonan masih lebat. Ada durian, langsat, cempedak, dan berbagai pohon buah tropis lainnya.

Ukuran kebun tidak diketahui beberapa pastinya. Kiri dan kanan kebun itu, juga milik para keluarga besar mereka.

“Rata-rata di sini berkeluarga besar. Tapi kami saling menghargai batas kebun masing-masing,” jelas Zaini yang juga wartawan PONTV Kalbar ini.

 

Beratnya Menjantuk Durian

Saat durian telah berada di pasar, kita begitu mudah untuk membeli dan menikmatinya. Namun proses untuk mendapatkan durian itu, ternyata butuh perjuangan panjang.

Beberapa resiko menghadang para penjantuk durian jika tak memiliki persiapan diri yang cukup.

Pertama, adalah begitu banyaknya nyamuk di lokasi kebun. Meski mengenakan pakaian panjang, kami dikerubungi ribuan nyamuk yang membuat tubuh bentol-bentol.

“Luar biasa nyamuknya. Saya pakai baju panjang, masih bentol-bentol,” ujar Susanto, Ketua LDII Kalbar.

Di leher, tangan, kaki dan nyaris sekujur tubuhnya, tampak penuh bekas gigitan nyamuk.

Hal serupa juga kami alami. Sepanjang kami mencari durian di semak-semak, saat itu pula nyamuk mengikuti.

Terhadap serangan nyamuk ini, para penjantuk biasa menggunakan racun nyamuk bakar, yang kemudian dibuatkan nampan dan digantung di belakang tubuh.

“Jadi kemana-kemana, saat mencari durian yang jatuh, tempat racun nyamuk itu tergantung di belakang tubuh kita. Jadi nyamuk menjauh, dan tidak banyak yang menggigit,” ujar Zaini.

Kedua, resiko gigitan binatang berbisa. Untuk mengantisipasinya, para penjantuk biasa mengenakan sepatu karet atau sepatu boot, dan juga sarung tangan karet.

Ketiga, resiko tertimpa buah durian. Nah, untuk resiko ini, ada penjantuk yang mengenakan helm pengaman, atau helm sepeda motor, atau topi caping.

“Tapi tak sedikit penjantuk yang mencari durian menggunakan metode insting / perasaan. Jika situasi tidak aman, misalnya angin kencang, mereka tidak langsung mengambil durian jatuh. Tapi menunggu angin reda,” katanya.

Dan hari ini, kami para awak media, mendapat pengalaman berharga yang luar biasa. Merasakan sendiri begitu beratnya proses menjantuk durian, kami angkat topi.

Kami bangga telah diperkenankan Zaini dan orangtuanya di Desa Pasir Palembang, untuk menjantuk durian di kebun miliknya.