Tak Ada Teman Orang Papua
![]() |
ROSADI JAMANI |
SEDANG-sedang bergejolak. Dunia sedang menyoroti. Gejolak politik juga memanas. Gara-gara isu Papua, ada kelompok minta Jokowi mundur. Cerita politik memang tidak ada habisnya. Seperti lautan tidak bertepi. Ada saja yang buat panas.
Apakah Anda paham soal Papua? Begitu seorang teman bertanya. Terus terang saya hanya tahu Papua dari media, buku, dan media sosial. Tahu secara langsung tidak pernah. Maksudnya, saya tidak pernah ke Papua. Tidak pernah berinteraksi dengan orang Papua. Bahkan, saya sampai sekarang tidak punya teman dari Papua.
Tak ada teman orang Papua. Sumpah. Baik di dunia nyata maupun maya. Berarti tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan orang negeri paling timur Indonesia itu. Persepsi mengenai Papua sepenuhnya saya dapatkan dari berbagai literasi.
Dari berbagai leterasi, saya mengenal orang Papua itu berbeda secara umum dengan orang Indonesia secara umum. Kalau ditanya, apa warna kulit orang Indonesia? Jawabannya, pasti kulit sawo matang. Nah, bagaimana dengan orang Papua. Jelas tidak pas dengan jawaban itu. Orang Papua yang saya tahu, kulitnya hitam, rambut keriting, memakai koteka. Mirip orang negro. Logat bahasanya juga beda. Ada ciri khas tersendiri. Kalau ada orang Papua di tengah kerumuman, paling mudah mengenalnya.
Secara fisik, orang Papua memang beda. Mungkin beda ras. Lain sendiri. Coba bandingkan orang Makasar dengan orang Jawa di tengah kerumunan, pasti sulit bedakan. Apalagi orang Melayu dengan Batak. Tapi, kalau orang Papua dengan Melayu Pontianak, semua tahu yang kulit hitam pasti orang Papua.
Terus bagaimana dengan segi lain, seperti perangai atau watak? Nah, itu yang saya tidak tahu. Karena, tak ada teman orang Papua. Tak pernah bergaul secara langsung. Satu-satunya pengalaman yang pernah saya alami mengenai orang Papua saat menggelar seminar antikorupsi di Pontianak. Sudah cukup lama sih. Seminar tingkat nasional. Digelar di Wisma Nusantara. Hampir seluruh perwakilan provinsi hadir. Termasuk dari Papua.
Kita sudah siapkan kamar gratis untuk mereka. Setelah lihat kamar, mereka menolak menginap di Wisma Nusantara. Lalu, mereka mencari hotel sendiri. Kata kawan, orang Papua banyak duit. Mana mau nginap sekelas wisma, maunya hotel mewah. Dari sini saya tahu orang Papua banyak duitnya.
Berikutnya saat sesi tanya jawab, utusan Papua paling vocal. Suara mereka lantang. Ngomong apa adanya. Tak ada takutnya. Suasana seminar menjadi hidup. Kadang juga mengundang gelak tawa. Tak jarang sering muncul ungkapan “ingin merdeka”mereka lontarkan melihat kondisi Indonesia.
Sepenggal pengamalan bersentuhan dengan orang Papua. Pengalaman yang sudah cukup lama. Sekarang, tiba-tiba Papua bergejolak. Sepenuhnya berita mengenai Papua dari media. Ingin sekali mau ke sana. Melihat secara langsung. Apakah benar kondisi Papua seperti digambarkan media. Kadang, informasi yang didapatkan tak sesuai fakta. Bahkan lebih banyak hoaxnya. Wajar apabila Kominfo masih membatasi internet di Papua. Hoax memang merajalela. Kadang kita sulit membedakan mana yang benar dan hoax.
Sebagai orang Kalbar yang tak punya teman orang Papua, berharap Papua jangan lepas dari Indonesia. Papua tetap bagian NKRI. Pemerintah pasti punya cara jitu mengatasi segala macam gejolak. Damai Papua, damai negeriku.*
Penulis: Rosadi Jamani, Dosen UNU Kalimantan Barat
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now