Volume APBD Kalbar capai 6,1 Trilyun

Pontianak (Suara Kalbar) – Adanya perubahan volume APBD sebesar Rp. 6,1 Triliun lebih dari sebelumnya volume APBD sebesar Rp. 5,76 Triliun di Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat disebabkan adanya perubahan asumsi ekonomi makro yang telah disepakati terhadap kemampuan keuangan daerah, pelampauan proyeksi pendapatan daerah.
“Adanya peningkatan pembelajaan daerah dan adanya kebijakan dibidang pembiyaan daerah sehingga harus adanya perubahan APBD tesebu,” ungkap Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) H. Sutarmidji saat menyampaikan Nota Penjelasan terhadap Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Planfond Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD Provinsi Kalbar Tahun Anggaran 2019 dalam rapat paripurna di aula Balairung Sari, Kantor DPRD Provinsi Kalbar, Jalan A Yani.
Bang Midji mengutarakan APBD perubahan ini volumenya menjadi sekitar enam triliun lebih, sehingga Kalbar masih dihadapkan belanja langsung dan belanja tak langsung. Ada beberapa komponen belanja tidak langsung itu yang seharusnya masuk ke belanja langsung.
“Salah satu factor perubahan APBD 2019 kita,” tegasnya.
Ia pun memberi salah satu factor perubahan APBD adalah hibah pembangunan rumah ibadah, menurutnya hibah pembangunan rumah ibadah itu masuk dalam belanja langsung. Karena penyediaan rumah ibadah itu mejadi tanggung jawab pemerintah tapi dilaksanakan bersama masyarakat.
Tak hanya itu saja, bantuan rumah layak huni dan bantuan social menjadi satu diantara perubahan APBD provinsi Kalbar.
“Kedepannya bantuan rumah layak huni dan bantuan social masuk menjadi program-program pemerintah. Sehingga terlihat postur APBD akan jauh lebih besar, saya akan berupaya bagaimana APBD ini banyak untuk kepentingan masyarakat guna mengejar ketetinggalan kita dengan provinsi lainnya,” paparnya.
Ia menambahkan pada semester pertama tahun 2019 ini pertumbuhan ekonomi provinsi Kalbar lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pertumbuhan ekonomi kita 5,08 persen sedangkan pertumbuhan nasional 5,05 persen. Untuk penyerapan anggaran seluruh Indonesia provinsi kalbar paling tertinggi sekitar 98 persen, artinya manajemen dalam eksekusi anggaran kita sudah bagus,” katanya
Selain itu juga, dirinya mengakui mengalami kewalahan dalam penyerapan anggaran secara maksimal, karena pembangunan besar yang ada di Kalbar perencanannya bersamaan ditahun yang sama. Sehingga banyak kepala dinas menggalami ketakutan dalam menggambil keputusan dalam penyerapan anggaran.
“Tahun 2019 kita agak keteteran dalam eksekusi anggaran secara maksimal, karena pembangunan-pembangunan besar perencanaanya ditahun yang sama,” urainya.
Seharusnya perencanaan fisik dan tander secara bersamaan, tapi dikarenakan tidak terbiasa masih ada ketakutan-ketakutan salah, artinya aturannya agak susah.
“Satu sisi kita ingin suatu percepatan disisi lain kita justru regulasi dibidangnya lambat, kita tuntut ijinya cepat tapi tandernya lama, kalo saya tandernya 15 hari sudah diputuskan,” terangnya.
Dalam rapat paripurna tersebut juga, mengesahkan RancanganPeraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahun 2018-2048 dan Raperda tentang pengelolaan Kehutanan.
Penulis : Dina Wardoyo
Editor : Kundori