SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Seleb Indra Lesmana: Sistem Royalti Musik Indonesia Sudah Usang

Indra Lesmana: Sistem Royalti Musik Indonesia Sudah Usang

Indra Lesmana (Beritasatu.com/Instagram)

Jakarta (Suara Kalbar)- Musisi senior Indra Lesmana menyoroti persoalan royalti dan hak pertunjukan (performance rights) yang hingga kini masih menjadi polemik di industri musik Indonesia. Menurutnya, sistem yang dipakai saat ini sudah usang dan tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.

Indonesia disebut masih menggunakan metode blanket license, sistem warisan lama yang telah berlaku sejak 1917 di negara-negara Barat. Dalam sistem ini, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) memberikan izin menyeluruh kepada pengguna musik tanpa rincian spesifik lagu yang digunakan.

“Sudah saatnya kita bertransformasi. Indonesia perlu sistem baru agar musisi sejahtera dan masyarakat tetap mendapatkan keadilan,” ujar Indra Lesmana dikutip dari Instagram @aksibersatu, Minggu (24/8/2025).

Indra Lesmana mengungkapkan sejak 2021, sebagian pelaku industri musik di Indonesia mulai menggagas penggunaan metode direct license. Sistem ini dinilai lebih transparan dan adil karena musisi bisa memantau langsung penggunaan karya mereka secara real time.

“Dengan direct license, pencipta lagu bisa tahu persis kapan dan di mana lagunya digunakan dalam konser, dan royalti bisa langsung diterima tanpa harus menunggu berbulan-bulan,” jelasnya.

Keunggulan lain dari metode ini adalah kemudahan akses. Musisi atau penyelenggara acara bisa mengurus perizinan langsung melalui aplikasi, tanpa birokrasi panjang yang kerap menjadi hambatan.

Selain direct license, Indra Lesmana juga menyarankan penggunaan metode lain seperti micro license yang merupakan pembayaran royalti per penggunaan lagu, kemudian ada model berlangganan (Subscription) yaitu lagu-lagu dikelola dalam aplikasi, dan pengguna membayar langganan, dan model hybrid mengenai kombinasi langganan dengan pelaporan data pertunjukan secara aktual.

“Model Hybrid memungkinkan venue membayar biaya langganan dasar, tapi distribusi royalti tetap berdasarkan data riil pertunjukan, bukan estimasi,” ungkapnya.

Dengan berbagai alternatif sistem tersebut, Indra Lesmana berharap industri musik Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara lain dan memberikan perlindungan serta penghargaan yang layak bagi pencipta lagu dan musisi.

“Waktunya berbenah. Sistem lama tidak lagi relevan. Musisi berhak atas transparansi dan keadilan,” pungkasnya.

(Suara Kalbar)- Musisi senior Indra Lesmana menyoroti polemik royalti dan hak pertunjukan (performance rights) yang hingga kini masih menjadi persoalan dalam industri musik Indonesia.

Ia menilai sistem perhitungan royalti yang digunakan saat ini sudah sangat usang dan tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Menurutnya, Indonesia masih menggunakan metode blanket license, sistem lama yang telah diterapkan sejak 1917 di negara-negara barat.

Dalam sistem ini, lembaga manajemen kolektif (LMK) memberi izin menyeluruh kepada pengguna musik tanpa rincian atas lagu yang digunakan.

“Sudah saatnya kita bertransformasi. Indonesia perlu sistem baru agar musisi sejahtera dan masyarakat tetap mendapatkan keadilan,” ujar Indra Lesmana dikutip dari Instagram @aksibersatu, Minggu (24/8/2025).

Indra Lesmana mengungkapkan sejak 2021, sebagian pelaku industri musik di Indonesia mulai menggagas penggunaan metode direct license. Sistem ini dinilai lebih transparan dan adil karena musisi bisa memantau langsung penggunaan karya mereka secara real time.

“Dengan direct license, pencipta lagu bisa tahu persis kapan dan di mana lagunya digunakan dalam konser, dan royalti bisa langsung diterima tanpa harus menunggu berbulan-bulan,” jelasnya.

Keunggulan lain dari metode ini adalah kemudahan akses. Musisi atau penyelenggara acara bisa mengurus perizinan langsung melalui aplikasi, tanpa birokrasi panjang yang kerap menjadi hambatan.

Selain direct license, Indra Lesmana juga menyarankan penggunaan metode lain seperti micro license yang merupakan pembayaran royalti per penggunaan lagu, kemudian ada model berlangganan (Subscription) yaitu lagu-lagu dikelola dalam aplikasi, dan pengguna membayar langganan, dan model hybrid mengenai kombinasi langganan dengan pelaporan data pertunjukan secara aktual.

“Model Hybrid memungkinkan venue membayar biaya langganan dasar, tapi distribusi royalti tetap berdasarkan data riil pertunjukan, bukan estimasi,” ungkapnya.

Dengan berbagai alternatif sistem tersebut, Indra Lesmana berharap industri musik Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara lain dan memberikan perlindungan serta penghargaan yang layak bagi pencipta lagu dan musisi.

“Waktunya berbenah. Sistem lama tidak lagi relevan. Musisi berhak atas transparansi dan keadilan,” pungkasnya.

Sumber: Beritasatu.com

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan