Zohran Mamdani Menang Pilwalkot New York, Gelombang Islamofobia Meledak
Jakarta (Suara Kalbar)- Kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan pendahuluan wali kota New York City bukan hanya sebuah pencapaian politik yang luar biasa, tetapi juga menjadi pemicu gelombang besar Islamofobia di Amerika Serikat.
Dalam waktu 24 jam setelah kemenangan diumumkan, CAIR Action mencatat 127 insiden ujaran kebencian yang menyasar langsung kepada Mamdani. Angka ini lima kali lipat lebih tinggi dari rata-rata harian sebelumnya.
Tak hanya itu, lebih dari 6.200 unggahan Islamofobia bermunculan di media sosial, terutama di platform X, dengan sekitar 62% dari unggahan ditujukan khusus kepada Mamdani.
Serangan ini bukan hanya bersifat verbal, melainkan juga berupa ancaman kekerasan dan tuduhan ekstrem, bahkan sampai menyamakannya dengan pelaku tragedi 11 September.
Apa Itu Islamofobia?
Islamofobia adalah bentuk prasangka, ketakutan, atau kebencian terhadap Islam dan umat Muslim. Sikap ini biasanya diwujudkan dalam sikap, ujaran, atau tindakan diskriminatif.
Ciri-ciri Islamofobia meliputi:
- Stereotipe negatif terhadap muslim, misalnya mengaitkan mereka dengan kekerasan atau terorisme.
- Pelecehan verbal atau fisik terhadap individu muslim karena identitas keagamaannya (misalnya karena memakai jilbab atau nama Arab).
- Diskriminasi institusional, seperti perlakuan tidak adil dalam dunia kerja, pendidikan, atau oleh aparat hukum.
- Ujaran kebencian di media dan politik, termasuk menyebarkan informasi keliru tentang Islam atau menyalahkan muslim atas peristiwa tertentu (misalnya serangan September 2001).
Mengapa Zohran Mamdani Jadi Sasaran?

Zohran Mamdani merupakan sosok yang mematahkan stereotipe dalam politik Amerika, yakni seorang muslim, sosialis, dan pendukung Palestina.
Dalam debat kandidat wali kota, saat para pesaingnya menyebut Israel sebagai negara pertama yang akan mereka kunjungi, Mamdani justru menyatakan akan tetap tinggal di New York City karena merasa tanggung jawab utamanya adalah melayani warganya. Jawaban ini membuatnya jadi sorotan publik.
Kemenangannya atas Andrew Cuomo, tokoh kuat yang didukung pelobi AIPAC, memperlihatkan bahwa banyak warga New York mencari perubahan.
Namun, keberhasilannya ini justru memancing kemarahan kalangan konservatif yang masih memandang identitas Muslim sebagai ancaman.
Pola Lama yang Terulang Kembali
Serangan terhadap Zohran Mamdani mengingatkan kita pada pola yang sama yang dialami Ilhan Omar dan Rashida Tlaib. Politikus muslim dan Asia Selatan di AS kerap menjadi sasaran ujaran kebencian, ancaman, dan kampanye disinformasi.
Anggota Kongres seperti Andy Ogles bahkan menyerukan pencabutan kewarganegaraan Mamdani hanya karena ia lahir di Uganda dan menjadi warga negara AS pada 2018.
Pernyataan bernada kebencian juga datang dari Presiden Donald Trump, yang menyebut Mamdani sebagai “calon wali kota komunis” dan menuding para pendukungnya sebagai ancaman terhadap Amerika.
Anggota Kongres Partai Republik lainnya ikut menyebarkan sentimen Islamofobia, termasuk dengan meme Patung Liberty dalam burka dan narasi yang mengaitkan kemenangan Mamdani dengan serangan September 2001.
Mengapa Islamofobia Mudah Menyebar?
Lanskap politik dan media sosial yang terpecah membuat ujaran kebencian mudah menyebar. Media partisan dan algoritma media sosial memperkuat pesan kebencian tanpa filter.
Di sisi lain, kurangnya konsekuensi bagi penyebar ujaran Islamofobia menjadikan praktik ini semakin berani dan terbuka.
Namun, kekuatan solidaritas dari komunitas multietnis juga semakin tumbuh. Banyak warga dan kelompok sipil mengecam keras serangan terhadap Mamdani, dan justru melihatnya sebagai simbol perubahan serta keberagaman yang seharusnya dirayakan.
Apakah Serangan Ini Akan Menghentikan Mamdani?
Perjalanan politik Zohran Mamdani memang belum selesai. Ia masih harus menghadapi kandidat dari Partai Republik dan independen dalam pemilihan wali kota New York City.
Namun, keberhasilannya dalam pemilihan pendahuluan sudah cukup untuk menunjukkan bahwa narasi rasis dan Islamofobia tidak lagi menjadi senjata ampuh di kota sebesar New York.
Para pengamat percaya bahwa kebencian yang ditujukan kepadanya bisa menjadi bumerang. Banyak warga yang melihat serangan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan dan justru semakin mendukung Mamdani.
Dalam konteks ini, media sosial juga bisa menjadi alat yang efektif untuk memperluas pemahaman dan membangun solidaritas.
Kasus yang menimpa Zohran Mamdani menunjukkan bahwa Islamofobia masih menjadi masalah serius di politik Amerika. Namun, respons publik yang positif dan solidaritas yang muncul juga menjadi pertanda bahwa perubahan sedang berlangsung.
Sumber: Beritasatu.com
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





