SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Nasional BMKG: Indonesia Tak Sedang Disapu Gelombang Panas

BMKG: Indonesia Tak Sedang Disapu Gelombang Panas

 

Warga menghalau sinar matahari dengan tangannya saat melakukan aktivitas
di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (22/10). [ANTARA
FOTO/Muhammad Adimaja

Suara Kalbar- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan Indonesia tidak sedang mengalami gelombang panas sebagaimana informasi tersebut tersebar melalui media sosial dengan suhu siang hari mencapai 40 derajat Celcius.

BMKG melalui pernyataan tertulis kepada
wartawan di Jakarta, Sabtu (14/11/2020), menyebut berita yang beredar
tersebut tidak tepat karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak
tergolong sebagai gelombang panas.

Dalam ilmu klimatologi, gelombang panas adalah
periode cuaca atau suhu panas yang tidak wajar dan biasa berlangsung
setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih yang disertai kelembapan
udara tinggi.

Suatu kawasan dianggap terkena gelombang panas
jika mencatatkan suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik
seperti melonjak lima derajat Celcius dibanding normal dan berlangsung
selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.

Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam
rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan
sebagai gelombang panas. Gelombang panas umumnya terjadi berkaitan
dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu
area secara menetap dalam beberapa hari.

Berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum
di wilayah Indonesia, suhu tertinggi siang hari mengalami peningkatan
dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu lebih dari 36 derajat
Celcius di Bima, Sabu dan Sumbawa pada 12 November 2020.

Suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Bandara
Sultan Muhammad Salahudin, Bima yaitu 37,2 derajat Celcius. Namun
catatan suhu itu bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim
suhu maksimum pada wilayah tersebut dan masih dalam ambang batas wajar.

Adapun sebab suhu tinggi beberapa waktu terakhir
karena ada kedudukan semu gerak matahari yang tepat di atas Pulau Jawa
dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan
ekuator. Posisi semu itu membuat paparan cahaya matahari memicu
peningkatan suhu. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi
dua kali yaitu pada November dan April.

Salah satu dampak dari kedudukan semu itu adalah
kawasan Jawa dan NTT mengalami peningkatan suhu tetapi tidak tergolong
terkena gelombang panas.

Sumber : Suara.com

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan