SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Bisnis Survei Ungkap Alasan Gen Z Enggan Membeli Rumah

Survei Ungkap Alasan Gen Z Enggan Membeli Rumah

Pengendara sepeda motor melintas di jalan salah satu perumahan subsidi di Kota Serang, Banten, Jumat 18 Oktober 2024. (Antara/Antara)

Jakarta (Suara Kalbar)- Survei Property Perspective from Gen Z oleh Jakpat pada Januari 2025 menunjukkan dari 587 responden, sebanyak 36% generasi Z enggan membeli rumah dengan alasan belum siap secara finansial. Oleh karena itu, pemerintah diminta memberikan insentif agar generasi Z bisa membeli rumah.

Hal tersebut disampaikan CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, dalam acara Golden Property Award (GPA) 2025 di Raffles Hotel, Jakarta, Senin (29/9/2025).

“Kalau kita ditanya mau beli rumah, pasti mau sebetulnya. Namun kenapa dia tidak mau beli rumah, saya melihat itu salah satu bentuk frustrasi. Frustrasi dalam arti begini, dengan daya beli yang ada, mereka tidak mampu beli dengan harga yang ada saat ini,” kata Ali.

Ali mencontohkan, dengan gaji Rp 7,5 juta per bulan di daerah perkotaan, cicilan rumah Rp 300 juta bisa mencapai Rp 2,5 juta per bulan di Jakarta. Kondisi ini dianggap tidak menarik bagi kebanyakan generasi Z yang lebih mementingkan kenyamanan gaya hidup.

“Kalaupun ada rumah subsidi Rp 180 juta, tetapi jauh dari pusat kota. Kadang-kadang generasi Z enggak mau,” jelasnya.

Saat ini, insentif pemerintah lebih banyak menyasar segmen menengah bawah, seperti pembebasan BPHTB, bantuan biaya administrasi perbankan, hingga bunga KPR 5% selama 20 tahun. Namun, menurut Ali, kelas menengah produktif justru belum tersentuh program yang memadai. Akhirnya, banyak yang cenderung akan menyewa properti ketimbang membeli.

Sementara itu, Chairman B-Universe sekaligus tokoh properti nasional, Enggartiasto Lukita, menilai pelaku industri harus adaptif terhadap perubahan tren generasi muda. “Tren ini tidak bisa dihambat, dan kita pelaku industri properti harus melihat dan mengikuti tren itu, jangan melawan,” kata Enggar.

Ia menyebut, anak muda kini tidak lagi menempatkan rumah sebagai prioritas utama karena gaya hidup yang fleksibel dan adanya kebiasaan work from anywhere (WFA). Hal ini justru mendorong tren sewa properti, terutama di destinasi populer seperti Bali.

“Contoh di Bali, banyak anak muda pindah ke sana. Namun mereka tidak membeli, mereka sewa. Industri propertinya tetap hidup karena developer membangun klaster untuk disewakan,” ujar Enggar.

Menurutnya, pola ini memang tidak menambah jumlah kepemilikan rumah, tetapi tetap menjaga roda bisnis properti melalui pasar sewa yang terus bergulir.

Sumber: Beritasatu.com

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan