KPK Ungkap Modus Bambang Tanoesoedibjo dalam Kasus Korupsi Bansos Beras
Jakarta (Suara Kalbar)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan cara Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (PT DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengangkutan penyaluran bantuan sosial di Kementerian Sosial tahun 2020.
Menurut KPK, Bambang merekayasa indeks harga penyaluran bantuan sosial beras (BSB) serta penyalurannya tidak sampai ke tingkat RT dan RW.
“Telah secara melawan hukum bersama dengan Jerry Tengker dengan sengaja menggunakan data aset dan kompetensi PT Dosni Roha selaku induk dari PT Dosni Roha Logistik dalam proses uji petik yang dilakukan oleh Kementerian Sosial untuk menilai kompetensi calon penyalur atau transporter,” ujar tim hukum KPK saat menanggapi gugatan praperadilan Rudy Tanoesoedibjo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).
Padahal, kata KPK, PT Dosni Roha Logistik tidak memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan penyaluran BSB tahun 2020.
“PT Dosni Roha Logistik yang mengajukan diri sebagai calon penyalur atau transporter tidak memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan penyaluran bantuan sosial beras tahun 2020,” ungkap dia.
KPK mengatakan PT Dosni Roha Logistik tidak bisa melakukan penyaluran BSB tersebut. KPK menuturkan PT Dosni Roha Logistik harus menunjuk enam perusahaan vendor untuk melaksanakan penyaluran BSB tersebut di 15 provinsi.
Dikatakan KPK, Bambang Tanoesoedibjo bersama mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara telah merekayasa indeks harga penyaluran BSB tanpa kajian. Nilainya, kata KPK, menjadi Rp 1.500/kg.
“Bersama Juliari P Batubara, Edi Suharto, K Jerry Tengker serta korporasi PT Dosni Roha dan PT Dosni Roha Logistik telah merekayasa indeks harga penyaluran bansos beras dengan menetapkan harga Rp 1.500/kg tanpa kajian atau analisis yang profesional dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas tim Biro Hukum KPK.
Selain itu, KPK mengatakan Bambang Tanoesoedibjo juga telah melakukan intervensi pejabat pengadaan. Dia mengatakan penyaluran BSB yang dilakukan Rudy tak sampai ke tingkat RT, RW melainkan hanya sampai tingkat kelurahan atau desa.
“Mengintervensi pejabat pengadaan dengan tujuan mengubah narasi draf petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan penyaluran BSB, sehingga realisasi pekerjaan tidak sesuai dengan tahap awal perencanaan. Bahwa seharusnya penyaluran bansos beras dilaksanakan sampai ke titik baik RT, RW tetapi realisasinya sampai titik kelurahan atau desa,” jelas dia.
Lebih lanjut, KPK mengungkapkan kerugian negara dalam kasus korupsi bansos ini sebesar Rp 221 miliar. Nilai kerugian tersebut merupakan selisih antara nilai kontrak PT Dosni Roha Logistik dan Kementerian Sosial.
“Perbuatan melawan hukum tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 221.091.876.900. Nilai kerugian tersebut merupakan selisih antara nilai kontrak PT Dosni Roha Logistik dan Kementerian Sosial sebesar Rp 335.056.761.900 dengan harga penawaran Perum Bulog kepada Kementerian Sosial sebesar Rp 113.964.885.000,” pungkas Tim Biro hukum KPK.
Sumber: Beritasatu.com
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





