Indonesia Didorong Aktif dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca-Serangan Israel ke Qatar
Jakarta (Suara Kalbar)- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan sikap saling menghormati kedaulatan setiap negara dan menjunjung tinggi hukum internasional harus dikedepankan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia.
“Upaya menciptakan perdamaian harus bertolak dari kesepahaman bahwa damai berarti komitmen pada kemanusiaan untuk mengakhiri semua bentuk permusuhan,” kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut disampaikan dalam pada diskusi daring bertema “Peran Indonesia dalam Perdamaian Timur Tengah Pasca-Serangan Israel ke Qatar” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.
Lestari mengatakan perdamaian memungkinkan terciptanya kebebasan bernegara serta prasyarat bagi penghormatan martabat manusia.
Rerie, sapaan akrab Lestari, mengungkapkan terkait serangan Israel ke Doha, Qatar, pada 9 September 2025, sikap Pemerintah Indonesia yang mendukung kedaulatan Qatar merupakan langkah yang tepat.
Menurutnya, kehadiran Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat negara-negara Arab dan Islam pada Senin (15/9) lalu, harus diletakkan dalam koridor merealisasikan amanat Konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ia menilai solidaritas Indonesia pada negara lain mesti diperkuat melalui legitimasi diplomatik dan mendorong Indonesia menjadi negara yang mampu berdialog dengan berbagai pihak yang berkonflik agar tercipta harmoni dalam keberagaman.
Dalam diskusi tersebut Duta Besar RI untuk Iran periode 2012-2016 Dian Wirengjurit mengungkapkan Qatar dinilai sejumlah pihak sebagai negara yang bersikap ambigu.
Dalam setiap terjadi perselisihan di kawasan, Qatar selalu mengajukan diri sebagai penengah, sebagai realisasi kebijakan negara Qatar yang selalu ingin berperan sebagai penyeimbang.
Menurut Dian, bila ingin berperan dalam penyelesaian konflik antarnegara di Timur Tengah, Indonesia tidak memiliki leverage.
Qatar diketahui merupakan salah satu negara Timur Tengah yang mempersilakan Hamas membuka kantor perwakilan. Bahkan Israel punya kantor perwakilan dagang di Doha, Qatar, meski kedua negara tidak punya hubungan diplomatik.
Kondisi itulah yang membuat Qatar bisa berperan menjadi penengah dalam konflik antara Hamas dan Israel. Sebaliknya, dengan kondisi tersebut upaya Indonesia cukup sulit untuk bisa berperan sebagai penengah dalam konflik Palestina-Israel.
“Indonesia hanya bisa berperan dalam konteks bantuan kemanusiaan dalam konflik Palestina-Israel,” kata Dian.
Sebaliknya Guru Besar Hubungan Internasional UGM Siti Mutiah Setiawati berpendapat sekecil apa pun Indonesia dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian pada konflik Palestina-Israel.
Salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam konflik itu adalah dukungan penuh upaya mewujudkan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Yang terpenting sekecil apa pun bentuk dukungan Indonesia dapat dilihat oleh dunia.
Menurut Siti, sejumlah langkah diplomasi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan merupakan sumbangan yang penting dalam proses menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Pascaserangan Israel ke Qatar, Presiden Prabowo langsung bertemu dengan Emir Qatar menyampaikan simpati. Pada saat yang bersamaan Menteri Luar Negeri RI menghadiri KTT Darurat OKI di Doha.
Selain itu sejumlah pernyataan Presiden Prabowo terkait usul two state solution dan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka, juga merupakan langkah yang penting.
Dosen Hubungan Internasional UI Broto Wardoyo berpendapat cukup sulit bagi Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, namun bukan berarti tidak bisa direalisasikan.
Peta politik Timur Tengah pasca-Israel menyerang Qatar, menurut Broto, tidak banyak berubah karena ketergantungan negara-negara di Timur Tengah terhadap Amerika masih tetap besar.
Ia mengatakan semua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pada titik tertentu pasti memiliki ketergantungan terhadap Amerika Serikat (AS).
“Dengan kondisi tersebut, mungkinkah negara-negara di Timur Tengah dapat satu suara dalam menyikapi konflik-konflik yang terjadi? Kondisinya memang cukup kompleks,” uacapnya.
Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS Shafiah F. Muhibat mengungkapkan beragamnya pendapat yang berkembang terkait penyelesaian konflik di Timur Tengah saat ini menunjukkan Indonesia masih jauh untuk bisa berperan aktif mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.
Menurutnya, negara-negara Arab tersandera dengan kepentingan masing-masing dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, sehingga ide Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah tidak realistis.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat ada dua fenomena yang makin menguat terkait konflik Israel-Palestina belakangan ini.
Di satu pihak, lanjutnya, solidaritas kemanusiaan semakin meluas, terbukti dengan ludesnya tiket pada acara amal bagi warga Gaza, Palestina, di Stadion Wembley, London, Inggris.
Selain itu, katanya, pada Forum KTT di PBB terkait Palestina semakin banyak negara menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina.
Namun dua fenomena di atas belum dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dalam waktu dekat. Karena persoalan yang dihadapi terlalu besar dan kemampuan kita terbatas, sehingga diperlukan upaya dan waktu yang panjang untuk terlibat aktif mengatasi setiap tantangan dalam konflik Israel-Palestina.
“Apakah mungkin kita membuka kedutaan di Palestina. Apakah mungkin untuk menerapkan politik bebas dalam menyikapi konflik Israel-Palestina, kita membangun perwakilan dagang seperti di Taiwan,” ujarnya.
Menurut Saur, sejumlah opsi tersebut tampak seperti hal yang mudah, tetapi sulit untuk direalisasikan.
Sumber: ANTARA
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now




