Apa Khabar Indonesia?
“Apa khabar Indonesia?” Saya mendapatkan banyak pertanyaan begitu dari orang-orang yang saya temui di Malaysia, beberapa hari lalu. Mereka mengajukan pertanyaan dengan nada hangat, bersahabat, saat membuka topik percakapan. Memperlihatkan bahwa bukan saja ingin tahu tentang isu-isu aktual Indonesia, tetapi juga ada sisi emosional tentang nasib kita.
Oleh: Yusriadi
Sejak sampai di Kuching, seorang sopir taksi berusia lanjut sudah membuka topik itu. Sewaktu saya menyebut tujuan saya, dia sudah tahu saya orang Indonesia, dan karena itu dia pun bertanya tentang kabar terkini Jakarta. Seorang petugas Imigresen setelah bertanya ke mana dan apa tujuan lalu dengan ramah bertanya juga tentang Indonesia. Pensyarah perguruan tinggi, staf pegawai kerajaan, hingga penulis profesional. Uniknya, sebagian besar dari mereka yang bertanya adalah orang yang baru saya kenal. Mereka bertanya dengan akrab.
“Kami lihat media sosial… Indonesia ramai-lah.” Tidak ada nada satir.
Teman seperjalanan saya, Dr. Dilah, Dekan Universiti Malaysia Sarawak, yang beberapa kali mendengar pertanyaan itu, memberitahu saya: “Bagi kami, Indonesia adalah saudara.”
“Orang Malaysia sangat sayang dengan Indonesia,” katanya pada kesempatan lain.
Pernyataan ini bukan basa-basi. Pak Dilah menceritakan banyak pengalaman positif dalam perjalanan berulang kali ke Indonesia.
Tokoh media dan penulis ternama Malaysia, Dato’ Dr. Jeniri Amir, dalam percakapan hangat kami mengatakan sangat suka Jakarta. Suasananya lain.
“Saya amat tertarik dengan layanan, budi bahasa, dan bahasa orang Indonesia, selain sejarah dan budayanya. Saya anggap Indonesia rumah ke dua saya,” imbuhnya.
“Saya sudah 45 kali ke Jakarta.”
Wahhh… sebanyak itu? Saya sendiri yang sering merasa sibuk wara-wiri hanya beberapa kali saja. Angka 45 bagi beliau bukan sekadar angka, itu adalah soal daya tarik, soal yang paling dalam: emosi dan hati.
Dan yang paling menarik, saat forum seminar yang diselenggarakan Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sabah dan Sarawak, seorang narasumber sempat bertanya asal audiens: siapa yang berasal dari Sabah, Sarawak, Brunei, Indonesia? Saat Indonesia disebut, beberapa orang mengangkat tangannya.
“Ohhh… ada juga asal Indonesia ya?” saya bertanya pada moderator, setengah berbisik.
“Ada… saya pun asalnya Indonesia juga. Kakek dari Kalimantan.”
Lalu, setelah sesi selesai, seorang yang memperkenalkan diri sebagai penulis, juga mengenalkan diri asal ulu Kapuas. “Kakek saya asal Taman, saya pernah ke sana,” ungkapnya.
Sikap mereka semua membuat saya takjub. Meskipun orang Malaysia, mereka memandang Indonesia dengan pandangan positif. Sebagian dari mereka, walaupun sudah terserap dalam kelompok etnik pribumi di sana, mereka tidak melupakan asal leluhur. Mereka tetap cinta Indonesia sebagai bagian dari sejarah keluarga. Pertanyaan mereka menunjukkan bahwa mereka khawatir jika “Indonesia kenapa-kenapa”. Mereka ingin Indonesia aman dan sejahtera.
Bagi saya, hal ini sangat luar biasa. Hal ini sepatutnya menjadi motivasi bagi kita untuk menjaga damai di tanah tercinta.
*Penulis adalah Dosen IAIN Pontianak
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





