SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Kalbar Gerakan Kalbar Memanggil Suarakan Ketidakadilan di Hari Buruh

Gerakan Kalbar Memanggil Suarakan Ketidakadilan di Hari Buruh

Aksi massa aliansi Gerakan Kalimantan Barat Memanggil di Hari Buruh pada Kamis (01/05/2025) SUARAKALBAR.CO.ID/Maria

Pontianak (Suara Kalbar) – Peringatan Hari Buruh Internasional di Kalimantan Barat diwarnai aksi dari Aliansi Gerakan Kalimantan Barat Memanggil yang menyuarakan penolakan terhadap berbagai kebijakan nasional serta desakan atas perlindungan hak-hak buruh, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit.

“Kami dari Aliansi Gerakan Kalimantan Barat memanggil. Hari ini melakukan aksi memperingati Hari Buruh, atau kita tahu bahwa May Day,” ujar Yetno, Ketua Koordinasi Gerakan Kalbar Memanggil pada Kamis (01/05/2025).

Dalam aksinya, Yetno menyebut pihaknya menuntut pencabutan sejumlah undang-undang yang dianggap tidak pro rakyat, seperti Omnibus Law, UU Ketenagakerjaan, UU TNI, serta rencana UU Polri. Selain itu aliansi ini juga mendorong pengesahan UU Masyarakat Adat dan UU Perlindungan Buruh Perkebunan Kelapa Sawit.

“Karena hari ini kita pahami luasan Kalimantan Barat yang 14,67 juta hektare telah dikuasai oleh perkebunan sawit sebesar sekitar 4,5 juta hektar. Itu menyatakan bahwa betapa luasnya perkebunan sawit dan berapa banyaknya buruh-buruh perkebunan sawit yang hari ini juga merasakan penindasan dan pengisapan yang begitu dalam oleh perusahaan-perusahaan,” terangnya.

Yetno menyoroti banyaknya buruh sawit yang belum diangkat menjadi pekerja tetap, meski telah bekerja bertahun-tahun.

“Mereka masih menggunakan banyak skema dengan buruh harian lepas, yang nyatanya harian kerja mereka itu sudah melebih kadang sampai 8-10 tahun, tapi masih belum diangkat-angkat,” tambahnya.

Permasalahan lain yang disuarakan yaitu terkait buruknya pemenuhan hak-hak normatif buruh seperti upah layak, jaminan keselamatan kerja, dan fasilitas dasar.

“Tempat bersih, tempat cuci, air bersih, itu beberapa perkebunan sawit yang saya tidak bisa sebutkan, banyak yang masih belum memenuhi K3-nya,” ucap Yetno.

Aksi juga menyoroti konflik yang timbul dari skema kemitraan antara perusahaan dan petani plasma yang dianggap tidak transparan dan merugikan masyarakat.

“Bahkan orang yang menyerahkan 1 hektar itu tidak mendapatkan dengan yang layak. Ada hanya mendapatkan per bulan cuma Rp 500 ribu, bahkan ada yang hanya Rp 100 ribu,” katanya.

Aliansi tersebut juga menyoroti kasus pemutusan hubungan kerja di Sambas, di mana terdapat tujuh buruh yang di-PHK oleh PT Duta Palma namun belum mendapatkan pesangon, sementara perusahaan kini telah berganti nama menjadi PT Agrinas Palma Nusantara.

“Perubahan ini menyebabkan beberapa hak-hak buruh masih belum banyak kepastian,” jelas Yetno.

Penulis: Maria

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan