SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Bisnis Industri Fintech P2P Lending Merugi di Awal 2024 Akibat Penurunan Suku Bunga

Industri Fintech P2P Lending Merugi di Awal 2024 Akibat Penurunan Suku Bunga

Ilustrasi pinjaman online. (Beritasatu.com/Muhammad Reza)

Jakarta (Suara Kalbar)- Industri fintech P2P lending, yang dikenal dengan penyedia layanan pinjaman online (pinjol), dilaporkan mengalami kerugian pada neraca keuangan awal tahun 2024. Salah satu faktor penyebabnya adalah penurunan tingkat suku bunga yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut data statistik OJK, pada Januari 2024, industri fintech P2P lending mencatat rugi bersih setelah pajak mencapai Rp 135,61 miliar. Hal ini mengakhiri periode laba bersih selama 12 bulan sepanjang tahun 2023.

Pada Desember 2023, terjadi penurunan laba menjadi Rp 478,15 miliar dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp 608,21 miliar. Penurunan kinerja keuangan ini mulai terasa di akhir 2023, seiring dengan diberlakukannya aturan terbaru oleh OJK.

Hal serupa kembali berlangsung pada Januari 2024, terjadi peningkatan beban operasional, khususnya di pos beban ketenagakerjaan dan pos beban kerja sama. Ini satu faktor yang memengaruhi fintech p2p lending kembali ke jalur merugi. Kondisi ini juga yang secara eksplisit diungkapkan pihak OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman menerangkan, terjadi peningkatan biaya operasional sebesar 19,03% pada Januari 2024.

“Dari peningkatan biaya operasional tersebut diketahui bahwa proporsi peningkatan terbesar disumbang dari adanya peningkatan biaya ketenagakerjaan (SDM),” katanya melansir dari Beritasatu.com, Minggu(14/4/2024).

Di sisi lain, Agusman juga mengungkapkan bahwa pada Januari 2024, pendapatan operasional hanya meningkat sebesar 10,69%. Dalam hal ini, ia tak secara gamblang menjelaskan tren pendapatan operasional di awal tahun tersebut.

Tapi jika ditilik lebih lanjut, pertumbuhan pendapatan operasional itu sejatinya relatif melambat dibandingkan Desember 2023 yang tumbuh 28,14%, atau sebelum aturan manfaat ekonomi diberlakukan. Adapun SEOJK 19/2023 ikut mengatur manfaat ekonomi atau yang juga dikenal sebagai tingkat bunga pinjaman dari fintech p2p lending.

Dalam ketentuan itu, pinjaman produktif harus menerapkan tingkat bunga 0,1% per hari mulai 1 Januari 2024 dan sebesar 0,067% per hari mulai 1 Januari 2026. Sedangkan pinjaman konsumtif berlaku tingkat bunga 0,3% per hari mulai 1 Januari 2024, turun menjadi 0,2% per hari mulai 1 Januari 2025, dan menjadi 0,1% per hari mulai 1 Januari 2026.

Sebelum 1 Januari 2024, tingkat bunga tidak dibedakan antara pinjaman produktif dan konsumtif karena belum diatur ketat oleh OJK. Tingkat bunga disepakati maksimal 0,4% per hari, berdasarkan arahan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Kebijakan ini secara berdampak pada industri fintech p2p lending. Dengan outstanding pinjaman sebesar Rp 60,41 triliun pada Januari 2024, pelaku usaha menerima pendapatan operasional mencapai Rp 1,10 triliun.

Sedangkan pada Januari 2023 dengan outstanding pinjaman sebesar Rp 51,02 triliun, fintech p2p lending mengantongi pendapatan operasional sebesar Rp 998,79 miliar. Dengan kata lain, secara bisnis, outstanding pinjaman naik 18,40% (yoy), tapi pendapatan operasional yang diperoleh hanya naik 10,69% (yoy).

Di sisi lain, fintech p2p lending juga tidak bisa leluasa untuk menyalurkan pinjaman kepada borrower. Kini, melalui SEOJK 19/2023, mereka mesti lebih hati-hati dan bijaksana. Terlebih, calon borrower yang tidak punya pendapatan sudah seharusnya tidak lolos untuk menerima pinjaman dari fintech p2p lending.

“OJK terus memperhatikan perkembangan laba/rugi dari fintech p2p lending. Namun demikian, pada dasarnya industri ini masih berkembang secara dinamis,” jelas Agusman.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Komentar
Bagikan:

Iklan