Opini  

Tak Perlu Gusar, Uang Terbakar Bisa Ditukar

Oleh: Hendy Pebrian Azano Ramadhan Putra

Baru-baru ini jagad maya dihebohkan oleh peristiwa terbakarnya rumah salah satu warga Solo, Ibu Soud. Parahnya, uang hasil usaha yang ia kumpulkan pun ikut dilahap si jago merah. Tak tanggung, nominal uang yang terbakar mencapai 11 juta rupiah. Tentu bukanlah nilai yang sedikit. Nasi telah menjadi bubur, penyesalan pun tak ada gunanya.

Insiden ini tentu bukanlah yang pertama dan bukan pula satu-satunya di negeri ini. Sebelumnya, beberapa warga Kalimantan Barat juga pernah mengalami kasus serupa. Menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di rumah tentu bukanlah hal yang bijak. Menariknya, hal ini masih marak terjadi hingga saat ini. Usut demi usut, beberapa warga masih menganggap menabung di bank merupakan sesuatu yang “ribet”, sehingga lebih memilih menyimpan uangnya di rumah saja.

Tentu perilaku-perilaku seperti ini tak bisa dibiarkan terus menerus karena memberikan setidaknya dua dampak negatif. Pertama, kerugian finansial yang menimpa korban. Kedua, uang Rupiah yang terbakar merupakan bagian dari peredaran ekonomi yang memiliki nilai signifikan, sehingga dapat mengganggu stabilitas ekonomi pada daerah tersebut.

 Balada Uang Terbakar

Lantas, yang menjadi pertanyaan, apabila uang sudah terlanjur terbakar, apa yang harus dilakukan masyarakat? Apakah uang tersebut masih bisa ditukar atau digunakan untuk bertransaksi?

Jika ditelaah lebih dalam, uang terbakar dapat dikategorikan sebagai salah satu contoh uang rusak/cacat. Uang Rupiah rusak/cacat sebagian karena terbakar memerlukan penelitian lebih lanjut dari Bank Indonesia. Uang Rupiah tersebut dapat diberikan penggantian dengan nilai yang sama nominalnya, sepanjang menurut penelitian Bank Indonesia masih dapat dikenali keasliannya. Selain itu, masyarakat yang menukarkan uang Rupiah rusak/cacat sebagian karena terbakar tersebut wajib melampirkan surat keterangan dari kelurahan atau kantor polisi setempat.

Tidak hanya pada uang Rupiah yang terbakar, layanan penukaran juga dibuka untuk jenis uang rusak/cacat lainnya, seperti uang yang berlubang, hilang sebagian, robek, atau mengerut. Dalam hal ini, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi agar uang Rupiah kertas yang rusak/cacat dapat ditukar dan mendapatkan penggantian dengan nilai yang sama dengan nominalnya.

Pertama, fisik uang Rupiah tersebut lebih besar dari dua pertiga (2/3) ukuran aslinya. Kedua, ciri-ciri keasliannya masih dapat dikenali dengan baik. Ketiga, uang Rupiah kertas tersebut masih merupakan satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap. Keempat, uang Rupiah Kertas tersebut tidak merupakan satu kesatuan, namun kedua nomor seri pada uang Rupiah kertas tersebut lengkap dan sama.

Sementara, apabila fisik uang Rupiah tersebut kurang dari dua per tiga (2/3) ukuran aslinya, maka uang tersebut tidak akan diberikan penggantian. Untuk penukaran uang yang rusak/cacat, dapat dilakukan di Semua Kantor Perwakilan Bank Indonesia dengan mendaftar terlebih dahulu melalui aplikasi Penukaran dan Tarik Uang Rupiah (PINTAR) atau dapat mengunjungi halaman http://pintar.bi.go.id.

 Memetik Hikmah

Mencegah tentu lebih baik dari pada mengobati. Untuk itu, sebagai warga negara yang baik, kita memiliki tanggung jawab untuk merawat rupiah dan menyimpannya pada tempat yang aman. Lebih lanjut, sebagaimana amanat Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah, maka setiap transaksi pembayaran hanya bisa dilakukan dengan uang Rupiah layak edar yang masih bisa dikenali ciri-ciri keasliannya.

Kebakaran uang Rupiah bukanlah masalah finasial pribadi semata, melainkan berdampak pula pada sosial dan ekonomi. Pada titik ini, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memiliki peran krusial. Praktiknya, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan bahu membahu mengedukasi masyarakat untuk menyimpan uang di bank. Karena terbukti lebih aman daripada menyimpannya di rumah yang berisiko tinggi.

Bertransaksi dengan non tunai juga bisa jadi solusi. Sebagaimana yang telah digencarkan oleh Bank Indonesia. Mendorong transaksi ekonomi berbasis digital, sembari membangun cashless society dengan QRIS (Quick Respond Code Indonesian Standard) sebagai standar pembayaran digital. Langkah-langkah kecil ini perlu dibudayakan sebagai upaya mencegah kasus “uang terbakar” terulang kembali.

*Penulis adalah Pegawai Bank Indonesia

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS