Oleh: Yudhystira Indra Pramana*
SENIN, 11 Juli 2022. Indonesia mendapatkan kabar yang sangat menyayat hati masyarakat bangsa Indonesia, yang mana bangsa tercinta mendapatkan berita yang menghebohkan tentang adanya oknum kepolisian yaitu Brigadir J kehilangan nyawa.
Peristiwa 8 Juli 2022 bertepatan pukul 17.00 WIB itu penuh dengan kejanggalan. Masyarakat maupun keluarga dari oknum kepolisian tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi yang tidak terjawabkan.
Brigadir Joshua diberitakan tewas akibat baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022 pukul 17.00 WIB. Namun pengungkapan kasus penembakan Brigadir J baru diungkap ke publik pada Senin tanggal 11 Juli 2022.
Awal dari kasus kematian Brigadir J diduga karena Brigadir J masuk ke kamar Putri Candrawathi selaku istri dari Irjen Ferdy Sambo dan melakukan perbuatan yang tercela yaitu pelecehan terhadap istri dari FS.
Sementara setelah kejadian itu, PC berteriak untuk melakukan penolakan sehingga didengar oleh Bharada E dan segera menghampiri, serta menanyakan kenapa PC berteriak tetapi dengan segera disambut oleh tembakan oleh Brigadir J, sehingga Bharada E melakukan pembelaan diri dengan terlibat baku tembak hingga menewaskan Brigadir J dengan tujuh luka tembak.
Dari kejadian tersebut, jasad Brigadir J diantarkan ke rumah duka yang disambut pihak keluarga. Imbauan dari pihak kepolisian yang melarang keluarga untuk melihat jenazah menjadi kejanggalan, serta memicu pertanyaan keluarga, kenapa diperlakukan seperti itu.
Atas kejadian itu, pihak keluarga akhirnya memaksa membuka peti dan melihat jasad dari Brigadir J yang sudah tidak sesuai dengan apa yang tercantum di dalam surat kematian dari pihak kedokteran.
Dalam hal ini, karena begitu banyak kejanggalan yang terjadi, keluarga Brigadir J melaporkan kasus tersebut atas dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri.
Sementara itu, pihak pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo melaporkan Brigadir J atas dugaan pelecehan dengan ancaman pembunuhan terhadap istri dari Ferdy Sambo yaitu Putri Cendrawathi ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Atas kedua laporan tersebut, menimbulkan banyak pertanyaan di khalayak masyarakat apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini, sehingga muncul berbagai spekulasi yang kontroversi dan menjadi perhatian publik seluruh masyarakat Indonesia di tanah air tercinta ini.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sidang yang dimulai pada Senin (17/10) itu, berlanjut hari Rabu (19/10) dengan agenda pembacaan dakwaan untuk para tersangka obstruction of justice.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang terbuka untuk membacakan dakwaan terhadap Ferdi Sambo, Putri Cendrawati, Strong Maruf, Ricky Rizal, Richard Eliezer atau Barada E.
Jaksa di persidangan Richard Eliezer mengatakan, pembunuhan itu dimulai pada 7 Juli lalu. rombongan berada di Magelang. Di sana, Barada E dan Ricky Rizal mendengar keributan itu tetapi tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Setelah Grup Putri Magelang tiba di Jakarta pada Jumat (8 Agustus), keduanya mengetahui penyebab kericuhan di Magelang melalui pernyataan Ferdi Sambo. Barada E diberi tahu bahwa Brigjen J telah melecehkan Putri.
Sebagai referensi, sidang perdana Brigjen J dalam kasus pembunuhan berencana berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama tiga hari berturut-turut.
Sidang dijadwalkan untuk pembacaan dakwaan. Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Ricky Rizal dan Strong Ma’ruf ditangkap pada Senin (17/10), Richard Eliezer ditangkap pada Selasa (18/10) dan keenam tersangka ditangkap pada Rabu (19/10). Ditangkap karena menghalangi keadilan.
Selain itu, tim hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawati mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa. Memo itu disampaikan usai pembacaan dakwaan terhadap Ferdi Sambo dan Putri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).
Pengacara Ferdy Sambo, yakni Sarmauli Simangunsong mengatakan kejaksaan malas menyiapkan dakwaan dan melenceng dari temuan penyidikan.
Dalam konteks ini, bagaimana kompolnas berperan dalam kasus FS? Status Kompolnas diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut Pasal 37(1) UU tersebut, Kompolnas adalah Badan Kepolisian Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 38(1) menyatakan bahwa Kompolnas paling sedikit memiliki dua kewajiban. Diantaranya membantu Presiden dalam menentukan arah politik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempertimbangkan Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Peneliti Institute for Security Strategies (ISES) di Mabes Polri, mengatakan pernyataan ketua harian Kompolnas di awal pengungkapan insiden itu bisa menyebarkan kebohongan ke publik.Karena ada ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan apa yang dikatakan Benny Mamoto.
Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Transaksi Informasi Elektronik (UU ITE), mereka yang menyebarkan berita bohong atau hoaks diancam hukuman penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Tidak hanya itu, informasi yang berkaitan dengan kejahatan yang tidak diberikan secara faktual yang dapat menyembunyikan informasi dan menghambat penyidikan juga dapat melanggar Pasal 221 KUHP.
Pasal ini mengatur tentang obstruksi keadilan. Bahwa peran Kompolnas seharusnya adalah untuk memastikan bahwa persidangan yang dilakukan oleh polisi mengikuti aturan, daripada menjadi juru bicara polisi. Kompolnas berkewajiban untuk memverifikasi keakuratan informasi apa pun sebelum dipublikasikan.
Peran dan wewenang Kompolnas sendiri bukan sebagai juru bicara kepolisian, melainkan memberikan informasi agar polisi dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tetapi dapat kita simak bersama, bahwa Kompolnas tidak memiliki ketegasan wewenang untuk memonitor, bahkan mengambil alih peranan dalam mencari kebenaran di badan Polri.
Perlu adanya institusi yang independen untuk mengatur kelancaran dalam pelaksaan penerapan kode etik kepolisian dan bahkan menjadi penyidik di dalam badan kepolisian.
Peranan Kompolnas harusnya memiliki ketegasan jaminan hukum, bukan hanya untuk menasehati dan memberikan gambaran terhadap presiden, tetapi perlu adanya peranan penting untuk pendisiplinan kode etik anggota Polri maupun pihak yang berwenang memeriksa, menyidik dan menindak siapa saja anggota Polri yang melakukan tindak pidana maupun pelanggaran kode etik sehingga adanya profesionalitas, kualitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas yang terlaksana sesuai dengan acuan hukum bangsa Indonesia.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur