SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Daerah Mempawah Makam Pengusaha Bodok Dibongkar, Ini Ungkapan Menyentuh Adik Kandungnya

Makam Pengusaha Bodok Dibongkar, Ini Ungkapan Menyentuh Adik Kandungnya

TETAP TEGAR. Santi An’nisaa, adik kandung Hendrikus Hendra alias Aphin, di lokasi pemakaman sang abang yang dibongkar dan menjadi pelaksanaan otopsi oleh Ahli Forensik Kalbar bersama Tim Satreskrim Polres Sanggau di back up Polres Mempawah di Desa Kuala Secapah, Kecamatan Mempawah Hilir, Senin (25/10/2021). SUARAKALBAR.CO.ID/Foto. Distra

Mempawah (Suara Kalbar) – Santi An’nisaa, 41 tahun, sesungguhnya adalah warga Desa Sengkubang, Kecamatan Mempawah Hilir.

Namun ia dan suami kini meniti usaha di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.

Wanita Tionghoa Muslim ini, tampak tegar saat menceritakan “jalan panjang” hingga dia melaporkan kematian sang abang, Hendrikus Hendra alias Aphin, 43 tahun, pengusaha Bodok, Kabupaten Sanggau.

Untuk memperjuangkan kebenaran di balik kematian sang abang yang dinilainya tak wajar itu, Santi, sapaan akrabnya, harus rela bolak-balik Bekasi, Jakarta, Mempawah dan Sanggau.

Santi menuturkan, dirinya dengan sang abang, Aphin, memang sudah lama tak bertemu. Aphin adalah anak lelaki satu-satunya dalam keluarga mereka.

“Kami lahir dan besar di Mempawah. Abang usia 43 tahun, saya 41 tahun. Setelah dewasa, kami meniti usaha masing-masing,” ujarnya.

Setelah menikah, Santi ikut suami meniti usaha di Bekasi hingga sekarang.

Kabar duka itu datang pada Selasa, 12 Oktober 2021 pagi. Adik bungsunya, Novita Sari, 27 tahun, memberitahu bahwa Aphin telah meninggal dunia.

“Saya yang saat itu tengah berada di Tambun Bekasi, tentu kaget dan sedih. Saya menelepon pihak keluarga abang saya di Bodok untuk menunggu agar saya bisa pulang melayat,” jelas Santi.

Menurut pihak keluarga, tambah dia, Aphin meninggal dalam keadaan saat tidur.

Istrinya membangunkan, tapi Aphin tak bangun-bangun, kemudian datang mantri memastikan bahwa ia telah meninggal dunia.

“Dikatakan juga bahwa abang saya meninggal dunia secara tiba-tiba tanpa adanya riwayat penyakit atau keluhan sakit sebelumnya,” kata Santi.

Karena itu, Santi berinisiatif meminta pihak keluarga di Bodok untuk melaporkan hal tersebut ke kepolisian dan dibawa ke rumahsakit untuk divisum.

“Hanya saja, pihak keluarga di Bodok menolak dan beralasan sudah ada mantri di kampung yang memeriksa, serta menyatakan abang saya telah meninggal dunia dengan wajar,” jelas Santi.

Terang saja, Santi mengungkapkan kebingungan mengapa keluarga di Bodok bersikap demikian.

“Namun karena saat itu kami sedang berduka, jadi kami tak ingin memperpanjang masalah, dan berusaha menerima kematian abang dengan lapang dada,” katanya.

Dari video call tentang kondisi jenazah Aphin itu, Santi dan adiknya, Novita Sari, justru akhirnya curiga.

Sebab, jasad Aphin tampak dikenakan masker dari mulut hingga ke leher, menyumpal kapas di kedua hidung, serta mengikat tangan dengan tali kain putih, seperti penanganan jenazah seorang muslim.

“Saya memang muslim, tapi abang saya non muslim, jadi penanganan jenazahnya sangat mencurigakan kami,” cetusnya lagi.

Masih banyak lagi kejanggalan yang dilihat Santi dan adiknya Novita, hingga terus memupuk rasa ingin tahu adik-beradik ini.

“Nah, saat saya menyatakan akan pulang ke Kalimantan untuk mengurus jenazah dan membantu pemakaman abang saya itu, tiba-tiba pihak keluarga malah cepat-cepat memasukkan jasadnya ke dalam peti,” tuturnya.

Santi dan Novita yang tidak terima, lantas bertanya kenapa mereka yang di Bodok bersikap demikian. Padahal Novita masih ingin bertemu jenazah sang abang untuk yang terakhir kalinya.

“Mereka menjawab, mayat tidak diperbolehkan berada di rumah lebih dari satu malam,” tegas Santi.

Peti jenazah pun dikirim ke Mempawah dan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Khusus Marga Chiu di Jalan Kenangan, Desa Kuala Secapah, Kecamatan Mempawah Hilir.

Nyatanya, hari demi hari kecurigaan Santi terus bertambah.

Mulai dari keceplosan omong dari pihak keluarga di Bodok, hingga beberapa foto dan video yang menggambarkan secara jelas kondisi jasad Aphin beberapa jam setelah meninggal dunia.

Foto dan video yang tidak diterima Santi itu, justru diperoleh dari dari HP ayahnya.

“Dalam foto dan video itu, saya menemukan ada garis panjang di leher abang. Mirip seperti jeratan tali, yang bisa jadi akibat gantung diri,” katanya.

Saat coba berkoordinasi dengan pihak keluarga di Bodok agar melaporkan hal itu ke pihak kepolisian, Santi kembali mendapat penolakan.

Hingga akhirnya, Santi yang telah berada di Mempawah, berangkat untuk melaporkan peristiwa itu dan mengungkapkan kecurigaannya ke Mapolres Sanggau.

Laporan Santi lantas diterima Polres Sanggau dengan LP Nomor B / 287 / X /2021 / SPKT. Kriminalitas / Polres Sanggau / Polda Kalbar.

“Kami tak menuduh siapapun. Kami hanya ingin kematian abang terungkap dengan jelas. Semoga dari hasil penyelidikan Polres Sanggau, semuanya menjadi terang benderang,” tegasnya.

Bahkan, Santi mengeluarkan pernyataan yang sangat menyentuh.

“Ya Allah, kami sayang sama abang Aphin. Ungkapkan lah kebenaran dalam peristiwa ini!” pungkasnya pilu.

Untuk menindaklanjuti laporan Santi, Tim Satreskrim Polres Sanggau yang di-back up Polres Mempawah melaksanakan pembongkaran makam dan otopsi jenazah Hendrikus Hendra alias Apin, 43, di Desa Kuala Secapah, Kecamatan Mempawah Hilir, Senin (25/10/2021) pagi.

Otopsi dipimpin Ahli Forensik Kalbar, dr. Monang Siahaan, M.Ked(For), Spf, yang dikenal sebagai dokter spesialis kedokteran forensik dan medikolegal RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Tampak hadir pihak keluarga besar Hendrikus Hendra alias Apin, termasuk adik kandung, selaku pelapor, Santi An’Nisaa, yang jauh-jauh terbang dari Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Hadir pula, Kepala Desa Kuala Secapah, Mawardi Azis, sejumlah personel Polres Sanggau, Polres Mempawah dan Polsek Mempawah Hilir.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan