SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda Opini Ciptakan Pendidikan Ideal lewat Merdeka Belajar

Ciptakan Pendidikan Ideal lewat Merdeka Belajar

Oleh: Untung Wahyudi

DARI tahun ke tahun, dunia pendidikan selalu mengalami perkembangan. Ada banyak hal baru yang dipraktikkan seiring dengan kemajuan zaman. Hal ini tentu kabar baik dan harus disambut dengan gembira karena, bagaimana pun kita berharap perubahan-perubahan tersebut berdampak positif terhadap perkembangan dunia pendidikan di masa akan datang.

Sebelum coronavirus disease (Covid-19) melanda dunia dan memporak-porandakan banyak sektor, termasuk pendidikan, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pernah menggagas program Merdeka Belajar. Salah satu program yang dicanangkan tak lama setelah Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek). Apa sebenarnya Merdeka Belajar tersebut?

Konsep Merdeka Belajar sangatlah berbeda dengan kurikulum yang pernah ada dan digunakan oleh pendidikan formal di Indonesia. Konsep pendidikan baru ini sangat memperhitungkan kemampuan dan keunikan kognitif individu para siswa.

Ada beberapa konsep Merdeka Belajar yang sangat relevan dengan perkembangan dunia pendidikan saat ini. Antara lain adalah asesmen kompetensi minimum. Perbedaan konsep pendidikan baru ini dengan kurikulum yang digunakan sebelumnya adalah, siswa diharapkan mampu menunjukkan kemampuan minimum dalam hal “literasi” dan “numerik.” Fokusnya bukanlah sebanyak apa siswa mampu mendapatkan nilai melalui penugasan dari guru, tetapi bagaimana siswa mampu berpikir secara kritis menggunakan kemampuan kognitifnya.

Dalam bidang literasi, bila pada kurikulum sebelum-sebelumnya siswa lebih banyak diharapkan menghafal dan menerapkan materi yang mereka baca, dalam konsep asesmen kompetensi, siswa diharapkan bisa berpikir logis untuk mengabstraksi maksud dan tujuan dari materi.

Begitu juga dalam hal “numerik” atau pada pelajaran sains seperti fisika, kimia, khususnya matematika. Siswa tidak boleh hanya menghafal formula atau rumus, tetapi juga menemukan konsep dasarnya, sehingga mereka bisa menerapkannya untuk penyelesaian masalah yang lebih luas (pintek.id, 07/7/2020).

Program Merdeka Belajar konon dihadirkan karena banyaknya keluhan para orang tua tentang sistem pendidikan nasional. Salah satunya ialah keluhan soal banyaknya siswa yang dipatok nilai-nilai tertentu.

“Jadi ini yang menjadi sangat penting. Kita dari Kemendikbudristek ingin menciptakan suasana belajar di sekolah yang happy. Makanya, tag-nya Merdeka Belajar,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbudristek, Ade Erlangga, dalam Diskusi Polemik tentang Merdeka Belajar, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ade juga menjelaskan, tujuan Merdeka Belajar ialah agar para guru, siswa, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia. Merdeka Belajar itu bahwa, pendidikan harus menciptakan suasana yang membahagiakan. Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orangtua, untuk semua umat (Media Indonesia, 18/12/2019).

Kreativitas Guru dalam Proses Merdeka Belajar

Kreativitas guru memang sangat dibutuhkan, terutama menghadapi zaman yang sarat dengan informasi dan teknologi seperti saat ini. Seorang guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang nyaman sehingga, siswa bisa menyerap pelajaran dengan baik.

Awal 2000-an, dunia pendidikan di Indonesia pernah booming dengan metode pembelajaran yang diterapkan Bobbi DePorter dalam buku Quantum Teaching (Kaifa, 2000). Dalam buku tersebut, Bobbi menawarkan sejumlah metode pengajaran yang efektif demi perkembangan belajar siswa. Di antaranya adalah, bagaimana siswa agar terangsang untuk belajar. Menurut Bobbi, apa pun mata pelajarannya, siswa bisa belajar dengan cepat dan lebih efektif jika mereka menguasai keterampilan seperti konsentrasi terfokus, cara mencatat, organisasi persiapan tes, membaca cepat, dan teknik mengingat.

Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan tentang kreativitas guru dalam proses Merdeka Belajar. Menurutnya, kemerdekaan dalam proses belajar tidak harus ditentukan oleh pusat. Dalam Merdeka Belajar, guru-guru dan kepala sekolah punya kebebasan untuk merancang proses pembelajaran dengan cara yang paling cocok untuk siswa.

Menurut Nadiem, kondisi wilayah, kemampuan sekolah, serta daya belajar siswa memiliki perbedaan yang tidak bisa disamakan satu sama lain. Apalagi jika berkaitan dengan teknologi. Semua murid itu berbeda. Di sekolah yang ada di pegunungan, pesisir, kota, desa atau kampung itu akan berbeda-beda proses pembelajaran yang kondusif (detik.com, 14/7/2021).

Apa yang disampaikan Nadiem Makarim benar adanya. Bahwa selama ini, proses pendidikan di beberapa daerah tidak bisa berjalan dengan baik karena akses pendidikan yang minim, khususnya di wilayah 3T. Hal ini dirasakan saat pembelajaran yang seharusnya dilakukan dengan tatap muka harus berganti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pembelajaran harus dilaksanakan lewat teknologi berbasis teknologi seperti android. Di mana para siswa dituntut untuk memiliki perangkat yang mendukung proses pembelajaran daring.

Maya Dewi Kurnia dalam opininya berjudul Pembelajaran Tatap Muka di Tengah Pandemi (medanbisnisdaily.com, 06/9/2021) menyatakan, penerapan PJJ bisa dikatakan sebagai terobosan dalam dunia pendidikan sebagai bentuk adaptasi terhadap situasi yang saat ini terjadi. Sekaligus juga sebagai upaya memutus mata rantai virus Covid-19.

Tetapi, dalam pelaksanannya, model pembelajaran baru ini mengalami kendala. Internet dan telepon seluler sebagai alat bantu masih belum merata dimiliki siswa. Meski sebenarnya untuk internet pemerintah telah berupaya memberikan kuota gratis kepada siswa dan guru.

Tapi, Nadiem Makarim menjelaskan, penggunaan teknologi saat ini tidak hanya untuk PJJ sebagaimana imbauan pemerintah sejak pandemi Covid-19 melanda. Penggunaan teknologi bagi guru itu bisa untuk berbagai macam, di antaranya: untuk melakukan online university untuk meningkatkan kemampuan; menggunakan aplikasi untuk mengakses atau mengevaluasi level kompetensi murid-murid agar bisa terpetakan mana murid yang ketinggalan, dan mana yang lebih maju; tempat untuk kolaborasi dan berbagi dengan guru-guru lain; dan bisa menurunkan beban administrasi sekolah, sehingga guru bisa fokus terhadap perkembangan belajar murid.

Jadi, peran teknologi itu jauh lebih variatif daripada PJJ. Semua (guru) tahu PJJ karena ini menjadi pertama kalinya teknologi digunakan untuk sekolah secara terpaksa. Padahal di luar PJJ terdapat manfaat lain, seperti google class room.

Kendala PJJ ini yang direspon baik oleh Kemendikbudristek, terutama tentang pemberian subsidi kuota internet yang  selama ini jadi keluhan siswa dan orang tua. Mereka tidak hanya dipusingkan oleh PJJ, tetapi juga perangkat dan kuota internet mahal. Dalam sebuah telekonferensi, Jumat (24/9/2020), Mendikbud Nadiem Makarim meresmikan kebijakan bantuan kuota data internet tahun 2020. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu akses informasi bagi guru, siswa, mahasiswa, dan dosen, dalam menjalanani PJJ selama pandemi.

Nadiem menjelaskan, terlaksananya kebijakan ini adalah hasil koordinasi antara Kemendikbudristek dengan pemangku kepentingan lainnya yakni Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Program Merdeka Belajar yang digulirkan Kemendikbudristek selama ini menuai banyak pujian karena manfaat yang dirasakan oleh siswa, guru, dan orang tua. Sistem pendidikan nasional yang selama ini dianggap kurang relevan, sudah saatnya dirombak dengan konsep-konsep matang seperti yang diterapkan dalam program Merdeka Belajar. Siswa dan guru yang selama ini bosan dengan konsep yang ada, diharapkan bisa lebih happy dan nyaman bergelut dalam proses belajar mengajar.

Karena keberhasilan Kemendikbudristek menjalankan program Merdeka Belajar, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengapresiasi Kemendikbudristek atas kesuksesannya menghadirkan terobosan-terobosan, terutama selama masa pandemi Covid-19. Program Merdeka Belajar yang selama ini dihadirkan mendapatkan pujian dari sejumlah pihak. Hal ini karena selama delapan tahun berturut-turut, sejak 2013 hingga 2020, Kemendikbudristek menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi X mengapresiasi capaian Kemendikbudristek tersebut dalam rapat kerja Mendikbudristek dengan Komisi X DPR RI yang digelar secara luring di Kantor DPR RI. (*)

*Penulis adalah lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan