Subsidi LPG Terus Membangkak, Diversifikasi Energi Harus Jadi Prioritas
![]() |
Pedagang menata tabung gas LPG 3 kilogram di agen LPG kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan, Rabu (24/2/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto] |
Suara Kalbar – Upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan
energi impor dinilai sebagai langkah tepat. Salah satunya adalah dengan
mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.
Direktur Eksekutif ReForminer Institute
Komaidi Notonegoro mengatakan, pengurangan impor LPG harus menjadi
prioritas. Selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam
negeri juga cenderung rendah.
“Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG
terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan,
impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah karena di
subsidi,” ujar Komaidi di Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), impor LPG sampai 2024 akan mencapai 11,98
juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun.
Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri
sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024. Akibat arus impor
LPG yang kian membesar, khusus di 2021 saja pemerintah terpaksa
mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp37,85 triliun.
Menurut Komaidi, besarnya angka subsidi LPG
tersebut sejatinya bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur
gas bumi. Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini
penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.
Kuncinya, lanjut Komaidi, pemerintah serius dan
konsisten untuk mendorong pembangunan infrastruktur. Namun, dia
menyayangkan beberapa program pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga hingga kini hasilnya tidak optimal.
“Perlu ada konsistensi dan komitmen riil bahwa
program yang baik seperti pembangunan jargas 4 juta rumah tangga bisa
diwujudkan. Energi ini adalah kebutuhan yang terus menerus, karena itu
perlu kebijakan yang komprehensif, jangan parsial apalagi coba-coba,”
katanya.
Di tengah beban berat subsidi LPG, sejumlah
rencana memang mulai dimunculkan. Salah satunya adalah rencana program 1
juta kompor listrik yang digagas oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Program ini merupakan upaya untuk memaksimalkan cadangan listrik PLN
yang mengalami over supply.
Komaidi menilai, program 1 juta kompor cukup baik dengan adanya upaya diversifikasi energi.
Namun ia melihat pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan program
sebelumnya yang juga menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi
impor LPG.
Sumber : Suara.com