SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Muda Mahendrawan: Dari 28 Perusahaan Sawit, Kita Tata Ulang Perijinannya

Muda Mahendrawan: Dari 28 Perusahaan Sawit, Kita Tata Ulang Perijinannya

Bupati Kuburaya Muda Mahendrawan
SUARA KALBAR/Foto: Layar Tangkap

Kuburaya (Suara Kalbar) – Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menyebut, dalam upaya penyelesaian konflik perkebunan kelapa sawit, pemerintah kabupaten lebih banyak melibatkan perangkat desa dalam melakukan mediasi dan pendekatan terhadap kedua belah pihak yang berselisih. 

“Di Kubu Raya lebih banyak melibatkan perangkat desa dalam menyelesaikan konflik,” ujar Muda.

Muda mengaku, sebagian besar konflik di daerah memang lebih disebabkan penyerobotan lahan dan tumpang tindih lahan transmigrasi. Dan sekarang lebih banyak pada konflik bagi hasil plasma. Selain itu, konflik juga terjadi antar perusahaan yang berdampingan. 

“Dari 28 perusahaan yang ada di Kubu Raya, satu per satu kita tata dan selesaikan. Kita tata review ulang perizinan,” kata Muda.

Selain itu, terang Muda, belakangan muncul konflik baru, yakni muncul akibat takeover atau peralihan manajemen perusahaan.

“Takeover perusahaan sebagai salah satu penyebab munculnya konflik baru, belum disorot. Ini tantangan yang harus kita selesaikan. Kita terus dilakukan mediasi, agar masalah tersebut bisa terselesaikan,” ucap Muda.

Perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Sadino mengungkapkan, tidak semua perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah anggota Gapki. Di Kalbar misalnya, dari 378 perusahaan, hanya 70 diantaranta yang merupakan anggota Gapki.

“Komitmen Gapki adalah perkebunan berkelanjutan secara sosal dan ekonomi. Konflik tentu menjadi catatan. Tentu kami memahami. Kami harap penelitian tidak sampai di sini. Ini baru lentingan yang pertama. Belum masuk substansi di regulasi perkebunan,” kata Sadino.

Sadino menyoroti persoalan kepastian lahan dan hukum di Indonesia. Jika itu sudah terwujud, tentu penyelesaian konflik akan lebih mudah. 

“Kenapa ada kondlik, karena mayoritas hutan mana mungkin ada bukti sertifikat. Tapi itu kemudian diklaim lahan masyarakat. Ini yang jadi sengketa. Apalagi jika dibawa ke pengadilan yang menganut hukum positif,” ucap Sadino.

Kemudian masyarakat mencari jalan-jalan alternatif, seperti mediasi atau lain sebagainya. “Hukum agraria tidak menjangkau sampai ke seluruh wilayah. Kita perusahaan menjadi sulit, harus berhubungan dengan siapa jika bukti hak hanya sertifikat,” ungkap Sadino.

Penulis: Pri

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan