K-Wave, Ikon Kebahagiaan Semu
![]() |
Ilustrasi Konser.[Net] |
*Oleh : Fanti Setiawati
Gelombang Korea (Korean-Wave) sedang menghalusinasi generasi muda. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Data google trends menunjukkan lima negara dengan penyebaran K-Wave paling intensif yakni Taiwan, Vietnam, Jepang, China, Hongkong dan Indonesia. Sementara itu, pengaruh K-Wave juga terlihat semakin meningkat di AS, Turki, Uni Emirat Arab, Kazakhstan dan India. Bahkan pengaruh K-Wave juga mulai dikenal di negara-negara seperti Perancis, Inggris, Rusia, Uzbekistan dan Brasil. (https://kumparan.com/noviyanti-nurmala1519197736585/menyingkap-sejarah-dan-rahasia-sukses-korean-wave)
Indonesia sendiri sudah beberapa kali mengadakan konser boy band asal Korea. Beberapa momen yang sempat tertangkap kamera dalam konser-konser tersebut, Oppa-oppa Korea tidak segan-segan memegang tangan, mencium kening, memeluk, bahkan menggendong fans beratnya. Ironisnya, hal ini dilakukan oleh muslimah yang menutup auratnya.
Selain itu, ada sebuah video yang sempat viral beberapa waktu lalu, seorang wisudawan menari ala Black Pink, serta disaksikan dosen dan wisudawan lainnya. Atau anak laki-laki yang menggunakan seragam TK meliuk-liukkan badannya diiringi lagu Blank Pink, yang liukan badannya justru lebih lentik daripada teman-teman perempuan di sekitarnya. Belum lagi video empat orang anak perempuan yang berjoget lincah nan seksi, lagi-lagi ala Black Pink. Bahkan video dengan tema yang sama juga datang dari negeri Thailand, dan lebih mencengangkan video di laman Youtube tersebut telah ditonton oleh lebih dari 70 juta viewers, serta mendapat like sekitar 1,6 juta.
Ternyata tidak hanya musik dan srama Korea yang booming. Semua yang berbau Korea menjadi magnet popularitas Korea di seluruh dunia. Seperti fashion, film, makanan, hingga permainan komputer. Hingga bahasa lokal Korea pun tidak lagi menjadi penghalang utama untuk menarik perhatian publik dunia.
Faktor utama kesuksesan K-Wave adalah kolaborasi cantik antara pemerintah Korea Selatan dengan sektor swasta yang memiliki inisiatif tinggi dalam industri hiburan di Korea. Dilansir dari pikiran-rakyat.com, Kementrian Keuangan Korea Selatan mengatakan akan menaikkan anggaran 2021 secara signifikan untuk mempromosikan Korean Wave, karena budaya pop Korea miliki popularitas yang semakin meningkat di seluruh dunia.
Ikon Kebahagiaan Semu
Menurut praktisi pendidikan Kanti Rahmillah, Korea Selatan seperti sedang memaknai ulang adagium “Timur lebih sopan dari Barat”. Seolah-olah, budaya dari timur masih “lebih baik” meskipun kenyataannya sangat merusak. Padahal, industri hiburan Korsel tak kalah “panas” dengan Industri Barat. Budaya “terbuka” yang dipertontonkan telah menjadikan syahwat sebagai segala-galanya dan moral tak ada artinya.
Girl band dan boy band dari negeri itu memang tak pernah tanggung dalam fesyen dan koreonya. Minimnya pakaian dan gerakan mereka yang vulgar adalah tuntutan profesionalitas dalam industri yang mendewakan syahwat. Performa K-Pop yang “sempurna” ini diharapkan menjadi wasilah lahirnya para fandom fanatik. Para fandom fanatik ini seperti “sakau”, rela menunggu berhari-hari hanya untuk melihat sang idola lewat, mengeluarkan ratusan juta untuk membeli album hanya demi tanda tangannya, hingga menyakiti diri sendiri kala idolanya meninggal. Mirisnya, para fandom ini hampir seratus persen adalah muda-mudi. (muslimahnews.com)
Kehidupan hedonis dan materialistis di Korea hanya akan menuntun pada halusinasi tingkat tinggi yang justru berujung pada malapetaka besar. Sejujurnya, Korea Selatan sendiri tengah menuju jurang kehancuran peradaban.
Pernahkah kita mengukur seberapa kelam dunia selebritas Korea? Belum lagi kemerosotan generasi di tengah masyarakatnya. Bagaimana tingginya angka bunuh diri di kalangan artis Korea? Bagaimana tingginya angka operasi plastik di tengah masyarakat demi tetap bisa menyegarkan mata yang memandangnya? Betapa rendahnya angka pernikahan di sana akibat kaum perempuan sudah banyak yang enggan menikah?
Mereka tak ubahnya generasi rapuh yang menjalani peradaban lapuk. Kebenaran tak lagi menjadi sesuatu yang berarti, karena kebenaran sejati bisa diperjualbelikan dengan indahnya tampilan fisik melalui seonggok nominal. Tujuan kehidupan saja mereka tak paham. Bagaimana bisa menjadi inspirator kemajuan peradaban? K-Pop dan drakor hanyalah ikon yang tampak menarik tapi berhilir kebahagiaan semu.
It’a about Bussines…
Support system pemerintahan Korsel dalam menciptakan demam K-Wave bisa berlangsung lama dan mewabah pada tingkat yang sangat parah. Hal demikian dibutuhkan sejumlah Industri untuk terus bergerak dan tumbuh. Misalnya, mengapa fenomena fandom seperti terus dilestarikan? Karena industri hiburan butuh konsumen loyal untuk membeli merchandise yang sudah disiapkan. Fandom dibutuhkan untuk memopulerkan sang idola yang rupawan. Mengapa harus rupawan? Karena ada industri kosmetik dan kecantikan yang membutuhkan endorse produknya. Dunia fashion tak kalah sibuknya, busana sang idola menjadi barang yang dicari masyarakat. Industri pariwisata pun ambil bagian, kuliner ala Korsel dan tempat-tempat indah yang dijajaki pemain drakor menjadi persuasi tersendiri bagi industri pariwisata.
Semua ini adalah magnet bagi Korea, sebagai negara yang mengemban ideologi kapitalis. Keuntungan adalah perkara nomor wahid, meskipun harus mengorbankan generasi yang sejatinya adalah aset bagi kemajuan sebuah negeri. Kualitas receh generasi ini tetap dipertahankan, agar mesin uang dapat terus menghasilkan.
Seluruh kemasan glamor nan semu yang ditawarkan oleh K-Wave ini hanya akan menjadi malapetaka besar bagi negeri pengusungnya. Sebab utamanya adalah kerusakan generasi yang bahkan dilakukan secara sistemik, hanya demi meraup keuntungan. Malapetaka itu juga akan terjadi bagi negeri-negeri yang berkiblat padanya.
Menghadang ¬K-Wave
Lalu, bagaimana agar kita mampu menghadang K-Wave? Setidaknya ada beberapa hal yang disampaikan oleh praktisi pendidikan Kanti Rahmillah.
Pertama, harus dipahami bahwa budaya K-Wave tak beda dengan budaya Barat. Keduanya lahir dari ideologi yang sama, kapitalisme sekuler. Hanya berbeda casing-nya saja. Kedua, invasi budaya K-Wave merupakan serangan sistemis dari segala sektor. Oleh karena itu, butuh lebih dari sekadar benteng keimanan individu, yaitu benteng pertahanan negara yang dengan segenap kekuatannya mampu menjadi perisai umat dari segala macam marabahaya. Ketiga, standar baik dan buruk tidak ditentukan manusia.
Akal yang lemah akan menghantarkan standar nilai yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, wajib menyandarkan standar baik dan buruk pada Sang Pemilik manusia. Allah SWT telah menurunkan Alquran dan mengutus Rasulullah Saw. agar umat manusia bisa menjalankan kehidupan sesuai fitrah.
Generasi muda tidak boleh latah membebek ke negeri yang minim adab. Generasi muda harus pandai memilih idola. Agar estafet peradaban nantinya diterima dan dilanjutkan kembali oleh generasi yang memang layak memimpin peradaban.
Wallahu’alam bi shawab…
Penulis adalah Anggota Komunitas Tinta Peradaban Ketapang
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now