SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Melirik Sistem Ekonomi Anti Resesi

Melirik Sistem Ekonomi Anti Resesi

Ilustrsi – Ekonomi Indoensia (int)

Oleh: Fanti Setiawati*

PANDEMI global Covid-19 telah meluluh lantakkan sendi-sendi perekonomian dunia. Sistem kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini sedang terguncang hebat. Dunia terancam resesi. Padahal, sebelum pandemi saja ancaman resesi tak bisa dihindari. Apalagi kondisi pandemi global seperti saat ini, gelombang krisis yang terjadi lebih parah daripada krisis-krisis sebelumnya.

Bank Dunia mencatat, aktivitas ekonomi di antara negara-negara maju menyusut drastis hingga 7% di tahun 2020 dan IMF meramalkan ekonomi global di 2020 akan -4,9%. Pasar ekonomi berkembang juga menyusut hingga 2,5%. Ini merupakan pertama kalinya ekonomi negara berkembang terkontraksi sejak 60 tahun lalu. (www.cnbcindonesia.com).

Amerika Serikat (AS) sebagai raksasa kapitalisme pun tak kebal resesi. Selain AS, setidaknya ada delapan negara lain yang telah mengumumkan resesi. Yaitu Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Filipina. (www.kompas.com).

Indonesia pun terkena dampak resesi global. BPS mencatat, pada kuartal II (Q2) 2020 perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen. Pengumuman BPS ini juga mengonfirmasi kontraksi Q2 2020 lebih dalam dari prediksi Kemenkeu di kisaran minus 3,8 persen. Realisasi ini juga lebih buruk dari batas bawah prediksi Kemenkeu di angka minus 5,1 persen. (www.kalbaronline.com) Bahkan untuk Kalbar sendiri, pertumbuhan ekonomi saat ini -3,4 %.  (insidepontianak.com).

Fakta ini ditanggapi oleh pakar Ekonomi Hj. Nida Sa’adah, S.E., Ak., M.E.I. Menurutnya, resesi yang melanda sebuah negara ditandai meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan, turunnya daya beli masyarakat, dan melemahnya neraca perdagangan internasional. Sistem ekonomi kapitalisme mengukur pergerakan berbagai variabel tersebut dalam skema angka pertumbuhan ekonomi. Jika dalam dua kuartal berturut-turut angka pertumbuhan ekonomi dalam posisi kontraksi atau negatif, maka sebuah negara mengalami situasi resesi. Dampak tersulit yang dihadapi masyarakat dalam situasi resesi adalah meningkatnya angka pengangguran secara tajam. Dampak lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya angka kemiskinan dan kelaparan.

Lebih lanjut Ustadzah Nida Sa’adah menambahkan, untuk mengatasi resesi ekonomi yang sudah terjadi secara global, sistem kapitalisme hari ini ternyata tidak bisa memainkan instrumen fiskal dan moneter sebagaimana selama ini dilakukan saat menghadapi krisis ekonomi secara siklik. Menurunkan berbagai tarif pajak dan menurunkan tingkat suku bunga ternyata tidak berhasil menggerakkan roda ekonomi. Kebijakan new normal tidak terlihat pengaruhnya dalam menggerakkan roda ekonomi. Daya beli tak kunjung meningkat, produksi juga tidak bisa digenjot karena ancaman wabah justru tidak bisa diprediksi akan diurai dari area mana. Sistem ekonomi kapitalisme yang fokus terhadap angka-angka dalam mendeteksi parameter capaiannya, memang pada akhirnya akan selalu terlambat dalam mengurai masalah. (www.muslimahnews.com).

Resesi ekonomi adalah sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Sebab, sistem ekonomi kapitalisme tegak di atas sekulerisme yang rusak sejak lahir. Memisahkan agama dari kehidupan. Pengaturan berbagai urusan hanya berdasarkan akal manusia yg lemah, sehingga menghadirkan beragam kerusakan dan kemelaratan. Fondasi ekonomi dalam sistem kapitalisme sangat rapuh, sebab dibangun dari struktur ekonomi yang semu, yaitu sektor nonriil. Dengan isu kecil saja mampu memporak-porandakan perekonomiannya, apalagi dilanda isu sebesar pandemi global saat ini.

Hal senada juga disampaikan oleh pengamat ekonomi Pratma Julia Sunjandari. Beliau mengungkapkan bahwa semua itu bermula dari format ekonomi kapitalis yang bertumpu pada sektor nonriil, perbankan, pasar saham, dan mata uang berbasis dolar (fiat money) yang amat rentan, termasuk oleh sekadar rumor politik yang belum tentu kebenarannya. The Great Lockdown di seluruh dunia yang memukul sektor riil, jelas membuat sektor nonriil lebih cepat ambruk. Ustadzah Pratma menjelaskan, resesi yang kian meluas di seluruh dunia menjadi pertanda sinyal kehancuran kapitalisme yang selama ini dianggap sebagai sistem terbaik. Mengapa dianggap terbaik? Sebab masyarakat dunia belum memiliki alternatif pengganti. (www.muslimahnews.com)

Sistem Ekonomi Anti Resesi

Resesi ekonomi global yang mengakibatkan berbagai krisis saat ini menuntut adanya solusi revolusiner. Masyarakat dunia menantikan alternatif pengganti sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan segelintir kaum elit dunia.

Namun adakah sistem alternatif yang mampu menangkis kemungkinan resesi global? Ada. Sistem tersebut adalah Sistem Islam yang Syamil (menyeluruh), Kamil (sempurna), Mutakamil (saling menyempurnakan). Sistem makro dan mikro ekonomi Islam terbukti berbuah produktivitas, stabilitas, serta distribusi yang adil dalam rentang waktu 13 abad lebih. Tanpa pernah mengalami defisit APBN akut, tidak pernah mengalami turunnya daya beli simultan, tidak pernah mengalami krisis ekonomi siklik, apalagi resesi dan depresi. Politik ekonomi Islam saja yang memiliki keunggulan komparatif, antikrisis, dan solutif terhadap persoalan ekonomi secara fundamentalis.

Setidaknya ada lima tawaran dalam tata ulang kebijakan makro dan mikro ekonomi yang diterapkan sistem ekonomi Islam, yang dipaparkan secara gamblang oleh Ustadzah Nida Sa’adah.

Pertama, menata ulang sistem keuangan negara. Sistem keuangan kapitalis-demokrasi yang bertumpu pada pajak dan utang, terbukti tidak bisa memberikan pemasukan dan justru bergantung kepada negara lain. Membuat dunia Islam masuk dalam debt trap. Hal ini tidak akan pernah dipakai oleh peradaban Islam. Sebab, sistem keuangan Islam terbukti selama 13 abad memiliki pemasukan besar sekaligus mandiri tanpa tergantung kepada negara atau organisasi lain. Pemasukan ini diperoleh dari pengelolaan berbagai kepemilikan umum (milkiyah aamah), termasuk di dalamnya pertambangan, laut, hutan, dan aset-aset rakyat lain dengan posisi negara hanya sebagai pengelola. Pemasukan lain adalah dari pengelolaan milik negara berupa kharaj yaitu pungutan atas tanah produktif.

Juga pemasukan dari zakat dengan kekhususan pembelanjaannya untuk delapan ashnaf mustahik zakat. Abstraksi pemasukan yang besar ini bisa ditelusuri dari sejarah Kekhilafahan Abbasiyah di bawah kepemimpinan Harun Ar Rasyid, yang memiliki surplus pemasukan sebesar APBN Indonesia yaitu sekitar lebih dari 2.000 triliun. Hal ini berarti menunjukkan jumlah pemasukannya yang lebih besar lagi.

Kedua, menata ulang sistem moneter. Dalam sistem ekonomi Islam, income atau pendapatan masyarakat dipastikan memiliki kecukupan yang tidak membuatnya jatuh pada jurang kemiskinan, yakni dengan menjaga daya beli uang. Daya beli uang ini dipertahankan dengan moneter berbasis zat yang memiliki nilai hakiki yaitu emas dan perak. Mata uang kertas yang menyandarkan pada dolar yang dihegemoni Amerika Serikat akan ditinggalkan.

Ketiga, menata ulang kebijakan fiskal. Dilakukan dengan menghapus semua pungutan pajak. Pajak hanya pada situasi extraordinary dan hanya ditujukan pada kalangan mampu dari orang kaya (aghniya). Ketika kondisi extraordinary selesai, pajak pun dihentikan.

Keempat, menata ulang sistem kepemilikan asset di permukaan bumi. Kepemilikan aset akan direvolusi, tidak diberikan kepada asing dan aseng. Hal yang terjadi hari ini dengan memberikan bagian kepemilikan kepada asing dan aseng adalah bentuk penentangan pada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahkan memerangi Allah dan Rasul-Nya.

Kelima, tata ulang kebijakan mikro ekonomi. Hal ini dilakukan dengan mengatur aktivitas ekonomi antarindividu dan pebisnis. Khilafah akan melarang praktik riba dan transaksi yang melanggar aturan syariat lainnya. Kekurangan modal bisa diselesaikan dengan akad syirkah antarindividu pebisnis. Namun, dalam situasi khusus seperti pandemi, negara hadir dengan memberikan modal dalam bentuk hibah atau pinjaman tanpa beban bunga/riba. Bank sentral tidak diperlukan, yang akan berdiri adalah institusi baitulmal.

Penerapan sistem ekonomi Islam bukan sekedar wacana tanpa bukti. Sistem ekonomi Islam pernah diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah dan telah terbukti selama 13 abad. Selama rentang waktu itu, Khilafah mampu menjamin kekokohan seluruh sistemnya, sebab dibangun dengan pondasi yang kuat, yaitu aqidah Islam. Penerapan aturan dari Sang Pencipta di bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya berdasarkan keinginan meraih ridho Allah. Khilafah akan memastikan tidak ada dominasi negara kapitalis yang hanya bernafsu mengeruk sumber daya negerinya. Khilafah mampu berdaulat di berbagai bidang, terbukti mampu menuntaskan wabah, sehingga tidak mengalami dampak signifikan resesi global.

Wallahu’alam bi shawab.

*Penulis Adalah Alumni FMIPA Untan Pontianak, Jurusan Matematika dan Anggota Komunitas Tinta Peradaban Ketapang

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Iklan