Usul Pembentukan Tim Pemburu Koruptor Dinilai Tak Perlu
![]() |
Para pendukung KPK berpawai dengan menggunakan kardus bergambar petugas KPK menangkap koruptor di Malang, Jawa Timur, 23 Januari 2015. (Foto: AFP) |
Gagasan ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Mahfud MD pekan lalu karena banyaknya buronan kasus korupsi
yang belum berhasil ditangkap.
Pemerintah Bawa Pulang Buronan Pembobol BNI dari Serbia
Ficar mengatakan pemerintah tidak perlu membentuk tim pemburu
koruptor karena di dalam sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia
terdapat empat fungsi yang didukung beberapa lembaga terkait. Keempat
fungsi itu adalah penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pemasyarakatan.
Di antara fungsi peradilan dan pemasyarakatan ada fungsi eksekutor yang
dipegang oleh kejaksaan.
Dari sudut pengamanan, lanjut Abdul Ficar, polisi selain penegak
hukum, juga berfungsi sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri.
Artinya kepolisian bisa diminta untuk mendukung penegakan hukum untuk
mengamankan narapidana atau buronan.
Imigrasi dapat mendukung sistem peradilan pidana dengan mengawasi
lalu lintas orang keluar masuk Indonesia. Fungsi ini menjadi signifikan
dalam konteks mencegah seseorang masuk dalam daftar pencarian orang atau
melarang orang asing dianggap berbahaya atau melanggar hukum masuk ke
Indonesia.
Lembaga terkait lainnya yang dapat mendukung sistem peradilan pidana
di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil di Kementerian Dalam Negeri. Abdul Ficar menyebutkan Direktorat
Jenderal Kependudukan mestinya sudah mengetahui kalau ada buron berganti
kartu identitas.
“Artinya secara sistemik kita nggak perlu lagi ada badan-badan khusus
untuk mengejar narapidana atau tim-tim khusus untuk mengejar
narapidana. Karena secara sistem, sudah komplit semuanya, sudah ada.
Yang kurang adalah koordinasi,” kata Abdul Ficar.
Koordinasi Antar Kementerian Sedianya Kuat
Menurut Abdul Ficar, koordinasi antar kementerian atau lembaga
terkait dalam penegakan sistem hukum pidana di Indonesia menjadi
tanggung jawab Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan.
Alasan lainnya kenapa tim pemburu koruptor tidak dibutuhkan terkait
pendanaan. Abdul Ficar menganggap tim tersebut akan menambah beban
negara yang kesulitan anggaran di tengah pandemi Covid-19 dan ini sangat
ironis. Yang perlu dilakukan, ujar Ficar, adalah penguatan koordinasi
antar lembaga terkait oleh Kemenkopolhukam dan menghilangkan ego-ego
sektoral dalam penegakan sistem hukum pidana di Indonesia.
KPK Berharap MA Terbitkan Pedoman Pemidanaan Koruptor
Dalam konteks eksternal, perburuan koruptor bisa dilakukan lewat
kerjasama dengan negara lain, yakni kerjasama bantuan timbal balik dalam
persoalan hukum atau mutual legal assistance (MLA). Hal ini dapat diperkuat dengan perjanjian ekstradisi secara bilateral.
Mafia Hukum
Hal senada disampaikan Oce Madril, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), yang menyebut fakta
adanya buronan koruptor yang berhasil ditangkap tanpa ada tim khusus
dibentuk oleh pemerintah. Dia mencontohkan yang terbaru adalah
penangkapan Maria Pauline Lumowa di Serbia, buronan dalam perkara
korupsi yang membobol Bank Negara Indonesia sebesar Rp 1,7 triliun.
Oce menggarisbawahi alasan buronan-buronan koruptor di luar negeri
yang belum berhasil ditangkap atau masih bisa berkeliaran bebas karena
ada mafia hukum yang memanfaatkan posisi-posisinya.
“Kalau mau, pertama kali dikejar adalah mafia hukumnya. Itu dulu
mungkin. Itu (mafia hukum) yang menjadi penyebab gagalnya, bukan
kemampuan aparat kita. Regulasi oke tapi perlu dilengkapi,” ujar Oce.
Oce mengusulkan agar Presiden Jokowi Widodo mengeluarkan instruksi
presiden tentang percepatan perburuan koruptor, bukan instruksi presiden
buat membentuk tim pemburu koruptor. Isi instruksi presiden tersebut,
lanjut Oce, adalah perintah presiden kepada masing-masing lembaga
terkait untuk memaksimalkan fungsi-fungsinya supaya mempercepat
menangkap buronan koruptor dengan langkah-langkah terukur dan waktu yang
pasti.
Selain itu, instruksi presiden ini berisi dorongan kepada
lembaga-lembaga terkait untuk menghasilkan undang-undang atau kebijakan
pendukung, misalnya beleid mengenai perampasan aset. Jua harus ada
evaluasi terhadap lembaga-lembaga yang tidak menjalankan perintah
presiden tersebut dengan baik.
DPR Cecar Dirjen Imigrasi Soal Djoko Tjandra Bisa Peroleh Paspor
Kerja sama antar lembaga
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Laode
M. Syarif menjelaskan berdasarkan pengalaman KPK, yang kerja sama antar
lembaga terkait di Indonesia dan luar negeri merupakan mekanisme paling
baik untuk memberangus para buronan koruptor. Dia mencontohkan Polri
dengan kepolisian di negara bersangkutan atau KPK dengan lembaga
antikorupsi di negara lain.
Saluran lainnya adalah melalui MLA (bantuan hukum timbal balik), Interpol, Financial Intelligent Unit (FIU) Channel (Egmont Group) untuk perampasan aset, dan imigrasi untuk pendeportasian.
Laode Syarif mencontohkan bagaimana KPK di eranya mampu menangkap
politikus Partai Demokrat M. Nazaruddin meski tidak ada tim pemburu
buronan koruptor. Dia menceritakan pelarian Nazaruddin dari Indonesia
terbang ke Singapura, lalu menuju Vietnam. Dari sana, Nazaruddin pergi
ke Kamboja dan mencarter pesawat terbang ke Kolombia.
Laode Syarif menegaskan waktu itu kerjasama bagus antara KPK,
Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian Luar Negeri berhasil membawa
pulang Nazaruddin. Kalau tim dari KPK tiba di Kolombia terlambat dua
jam, Nazaruddin sudah menjadi warga negara Kolombia.
“Kalau telat dua jam, Pak Nazaruddin sudah menjadi warga negara
Kolombia karena dia sudah mengurus waktu itu. Ini kadang yang dilupakan
para pejabat dan harus operasi seperti ini nggak boleh ribut. Diam-diam, nggak ada yang tahu,” ujar Laode Syarif.
Kendala Perburuan
Namun menurutnya ada beberapa hambatan dalam perburuan buronan
koruptor di luar negeri. Ada negara yang betul-betul tidak kooperatif.
Laode menceritakan bagaimana ketika ia sudah tiba di ibu kota negara
dituju dan kesepakatan untuk melangsungkan kerja sama sudah dicapai,
mendadak pertemuan dibatalkan. Belum lagi proses MLA yang panjang dan
berbelit. Hal itu masih diperparah dengan kurangnya sumber daya manusia –
termasuk petugas penegak hukum – yang menguasai bahasa asing sehingga
dapat menerjemahkan semua dokumen yang diperlukan sesuai negara tujuan
perburuan.
Hambatan lainnya adalah pergerakan orang dan transaksi keuangan yang berlangsung sangat cepat.
Dari pada membikin tim pemburu koruptor, Laode Syarif meminta agar
pemerintah segera membentuk perjanjian ekstradisi dengan Singapura.
Serta segera dirampungkannya pembahasan RUU Perampasan Aset.
Sumber : Voa Indonesia
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now