Kasus Perkelahian Diselesaikan Secara Adat
![]() |
Pertemuan pembahasan adat penyelesaian kasus perkelahian |
Sintang (Suara Kalbar) – Tidak terima atas tindakan pemukulan terhadap Mastopo (30) warga berasal dari Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau yang berkeluarga di Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, 16 orang ahli waris dan keluarga korban, dari Dusun Tanjung Selong, Desa Mobui Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau mendatangi Kampung Kedang Ran Desa Nanga Bugau, Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, untuk memastikan kondisi korban.
“Informasi yang kami terima dari Kampung Kedang Ran, Topo (sapaan akrab Mastopo) dianiaya oleh beberapa orang saat acara pesta pernikahan pada tanggal 28 Desember 2019 lalu,” tutur Saulus Salus (Aban Kandung Mastopo) pada Sabtu (4/1/2020) sore.
Lebih lanjut Salus memaparkan, kabar tersebut kami dapat tanggal 1 Januari 2020, melalui telpon dari Susi istri Topo di Kadang Ran, sementara kejadiannya tanggal 28 Desember 2019, artinya sudah lima hari teritung sejak tanggal kejadian penganiayaan, belum ada tanggungjawab penyelesaian dari pihak pelaku, sehingga setelah kembali lagi di tanggal 3 Januari 2020, kami ditelpon istri Topo, mengabarkan bahwa kondisi Topo memburuk karena masih muntah darah, sehingga kami sepakat berangkat pergi ke Kedang Ran dengan maksud meminta pertanggungjawaban atas penganiayaan tersebut, paparnya.
Menempuh perjalanan tidak kurang 120 Km akhirnya Keluarga dan Ahli Waris dari Mastopo bertemu dengan Pengurus Adat dan Tokoh Perintahan setempat.
Pada gelar musyawarah dan mufakat adat yang difasilitasi Toni Anasius Kades Nanga Bugau di rumahnya, tanpa dihadiri oleh Modistus pelaku pemukulan, F. Leo orang tua kandung pelaku bersedia mewakili anaknya dalam sidang adat penyelesaian perkara dan bertanggungjawab apapun putusan Pengurus Adat.
Setelah melalui proses sidang adat yang dihadiri tokoh pemerintahan desa Nanga Bugau, dan ahli waris para pihak, Yosef Efpendi (Ketua Adat Pejangan Raya) dan Mus Dendan (Ketua Adat Kedang Ran) pada sidang tersebut memutuskan Perkelahian atau Penganiayaan yang terjadi pada saat acara pesta nikah, terbilang sebagai merusak acara pesta sehingga dikenakan adat 1 Jampal senilai Rp250.000,-. Adat Pampat (Penganiayaan) 10 Jampal senilai Rp2.500.000,-. Adat Kesupant kepada para tokoh kampung dengan sejumlah Rp380.000,-. Selain itu pelaku juga menanggung penuh biaya perobatan atas korban hingga sembuh.
Terhadap putusan tersebut, Petrus Dahe (Pateh) dan Amonius Nyil (Pengurus Adat) dari pihak korban menerima dengan catatan perkara dinyatakan selesai setelah korban menepuh perobatan hingga sembuh. Dan dipertegas oleh Ambrosius Kidul salah satu ahli waris korban, apabila Modistus pelaku pemukulan tidak menyelesaikan tanggungjawab perobatan korban hingga sembuh, hal ini bisa ditempuh urusan lanjutan.
Penulis: Niko
Editor: Eko S
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now